Judul Buku: Mendayung Antara Dua Karang (Keterangan Pemerintah Diucapkan Oleh Drs. Mohammad Hatta di muka Sidang BPKNP di Yogja pada Tahun 1948); Penerbit: Kementerian Penerangan Republik Indonesia, 1951
Kata Pengantar
Dalam Pepora No. 2 ini kita muatkan keterangan-keterangan Pemerintah Republik Indonesia di muka Badan Pekerja Komite Nasional Pusat di Yogya, pada tahun 1948, sewaktu Republik Indonesia dikepung oleh Belanda. Sejak di Yogya kita berniat menerbitkan keterangan-keterangan ini dalam sebuah brosur, tetapi serangan militer Belanda ke-2 pada tanggal 19 Desember 1948 menggagalkan niat itu.
Keterangan-keterangan ini diberikan pada saat Republik Indonesia, yang pada waktu itu dipandang oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai pelopor dan modal perjuangan kemerdekaan, mengalami blokade pihak Belanda. Dalam keadaan yang genting demikian itu, maka bahaya perpecahan antara kita sama kita mengancam, yang membuat suasana dan keadaan Republik kita menjadi gelap, yang akhirnya mengakibatkan tragedi Madiun.
Dalam saat-saat demikian itulah, maka Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri mengucapkan keterangan-keterangan itu, yang juga berisi jawaban-jawaban atas pandangan-pandangan pihak oposisi dalam BPKNP. Selain dari pada itu, keterangan-keterangan itu berisi pula penjelasan yang tegas dari pada sikap dan haluan politik nasional, baik yang berhubungan dengan dalam negeri, maupun yang bersangkutan dengan luar negeri.
Sekalipun keterangan-keterangan itu lebih dari dua tahun berselang diucapkan, tetapi di dalamnya dapat kita jumpai hal-hal yang sangat penting sekali bagi kehidupan politik rakyat kita di masa sekarang. Banyak kesulitan-kesulitan yang hingga kini kita hadapi, kita lihat akarnya dalam masa yang lampau itu.
Sebaliknya, banyak sekali pedoman-pedoman politik yang sekarang ini dilakukan, kita lihat telah ditaruh pula dasarnya di masa yang lampau itu.
Keterangan-keterangan Pemerintah ini kita terbitkan sekarang dalam serie Pepora nomer 2, agar supaya ia berguna bagi pendidikan politik untuk rakyat kita di seluruh kepulauan Indonesia untuk masa sekarang ini, dan untuk masa depan.
Kementerian Penerangan
Jakarta, Februari 1951
============
Keterangan Pemerintah tentang Politiknya kepada Badan Pekerja Komite Nasional Pusat BPKNP, 2 September 1948
Saudara Ketua,
Pedoman yang kami pakai waktu membentuk suatu kabinet Presiden ialah bahwa ujud pemerintahan adalah mencapai penghidupan yang sebaik-baiknya bagi rakyat dalam garis kemungkinan, berhubung dengan alat yang ada pada Pemerintah dan dengan keadaan yang dihadapi. Kabinet Presiden ini menurut anggapan kami dapat melakukan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, apabila diadakan senantiasa perhubungan yang rapat antara Pemerintah dengan Badan Pekerja, maupun dalam sidang maupun di luar sidang.
Selama tujuh bulan berdirinya kabinet ini telah banyak diadakan pertemuan yang semacam itu.
Kami sendiri menyediakan waktu dua kali seminggu untuk mengadakan pertemuan langsung secara ramah-tamah dengan seksi-seksi dari pada Badan Pekerja. Demikian juga para menteri serta pegawai tinggi yang bersangkutan dengan jabatannya sering mengadakan pertemuan dengan seksi-seksi yang bersangkutan. Juga ketua atau anggota delegasi kita yang berunding dengan Belanda telah beberapa kali memberi keterangan yang lengkap kepada Badan Pekerja, supaya Badan Pekerja dapat mengikuti jalannya perundingan. Inilah jalan yang kami turut supaya ada hubungan rapat antara Pemerintah dengan Badan Pekerja. Pun dengan golongan-golongan dalam masyarakat sering pula diadakan pertemuan untuk meninjau bersama-sama kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan tugas kewajibannya dan untuk sama-sama mencari jalan cara bagaimana segala kesulitan itu dapat diatasi.
Sungguhpun Badan Pekerja telah sering mendengar keterangan dari pihak Pemerintah tentang usaha-usaha dan politik yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk mencapai perbaikan hidup bagi rakyat kita dan kedudukan yang baik bagi Republik Indonesia, ada baiknya pada siang ini saya memberi keterangan umum tentang politik yang dijalankan oleh Pemerintah dalam waktu tujuh bulan yang akhir ini. Dengan ini Badan Pekerja akan mendapat pandangan rata dari pada keterangan sebagian-sebagian yang mengenai detail yang diberikan Pemerintah sewaktu-waktu.
Terlebih dahulu ada baiknya kalau saya peringatkan di sini program kabinet ini, yang saya ucapkan dalam keterangan Pemerintah pada tanggal 16 Februari yang lalu. Begini bunyinya program itu:
- Menyelenggarakan persetujuan Renville dan berunding terus atas dasar-dasar yang telah terdapat;
- Melekaskan terbentuknya Negara Indonesia Serikat;
- Mengadakan rasionalisasi ke dalam;
- Pembangunan.
Dalam program ini tergambar usaha Pemerintah, ke luar dan ke dalam. Ke luar, ialah berunding dengan Belanda untuk menyelesaikan persengketaan antara Belanda dengan kita, supaya lekas tercapai terbentuknya Negara Indonesia Serikat pada tanggal 1 Januari 1949.
Politik ke dalam, ialah untuk menyempurnakan organisasi kita, dan dengan itu perbaikan penghidupan rakyat, yang hanya bisa dicapai apabila diadakan rasionalisasi besar-besaran beserta dengan pembangunan. Pembangunan tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna, apabila tidak dikerjakan rasionalisasi lebih dahulu. Kami berpendapat bahwa kekuatan kedudukan kita ke luar dan ke dalam satu sama lain bersangkut-paut. Kita tidak dapat mencapai kedudukan yang kuat ke luar, apabila keadaan di dalam kocar-kacir, lemah maupun politik atau ekonomi. Sebaliknya pula kekuatan ke dalam tidak dapat dicapai apabila kedudukan Republik Indonesia dalam lingkungan politik internasional adalah lemah. Oleh karena itu Pemerintah menjalankan politik yang realistis.
Terhadap perundingan dengan Belanda kita senantiasa mendasarkan politik kita atas keadaan yang nyata dan atas tuntutan yang rasionil di mata dunia internasional. Oleh karena persetujuan Renville sudah diterima oleh negara, delegasi kita menjalankan politik perundingan yang sebaik-baiknya berdasarkan atas persetujuan Renville itu. Seperti diketahui, jalan perundingan itu sering-sering menghadapi jalan buntu, oleh karena pihak Belanda senantiasa mengadakan konsepsi yang berlainan sama sekali dengan persetujuan Renville itu.
Belum lama ini, yaitu pada tanggal 2 Agustus yang lalu, ketua delegasi kita Mr. Roem telah memberi uraian panjang-lebar kepada Badan Pekerja tentang jalannya dan hasil perundingan dengan Belanda, sehingga tak perlu keterangan itu saya ulangi lagi di sini. Pun Presiden Soekarno dalam pidatonya tanggal 17 Agustus, untuk memperingati tiga tahun kemerdekaan, telah memberikan pandangan yang jelas sekali tentang cita-cita nasional kita dan pendirian yang kita ambil dalam perundingan dengan Belanda. Dalam pidato itu dengan tegas tergambar sikap yang harus diambil oleh delegasi kita.
Seperti diketahui, Pemerintah Republik Indonesia menerima usul kompromis anggota-anggota USA-Australia dari pada KTN sebagai suatu dasar yang baik untuk melanjutkan perundingan. Seperti diketahui juga, tuan-tuan Critchley dan Du Bois mengemukakan usul kompromis itu dengan maksud untuk mengatasi jalan buntu. Apa sebab Pemerintah kita bersedia menerima usul kompromis itu sebagai satu dasar untuk melanjutkan perundingan?
Pertama, usul itu berdasar kepada cita-cita demokrasi yang luas. Di sana dikemukakan bahwa suatu konstituante akan dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia secara demokratis, yaitu tiap-tiap 500.000 jiwa memilih seorang wakil. Konstituante itu nanti memilih Presiden sementara, Presiden sementara menunjuk seorang Perdana Menteri yang akan membentuk kabinet, dan kabinet itu bertanggung-jawab kepada konstituante tadi, yang dalam hal ini merupai suatu parlemen sementara.
Selain dari pada itu, konstituante tadi, yang dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia secara demokratis, akan menetapkan negara-negara bagian dari pada Negara Indonesia Serikat. Kewajiban konstituante itu seterusnya merancang undang-undang dasar Negara Indonesia Serikat dan mengesahkan Statut Uni Nederland-Indonesia, sebagai hasil perundingan antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi Belanda.
Kami kira dasar yang begini demokratis untuk mencapai penyelesaian persengketaan Indonesia-Belanda patut dipertahankan.
Kalau Belanda, yang tidak menyukai penyelesaian secara demokratis, menolaknya, kita mengerti. Tetapi adalah kewajiban kita, yang berjuang untuk demokrasi dan membela demokrasi dan berusaha mencapai penyelesaian persengketaan kita dengan Belanda secara demokratis, untuk mempertahankan usul kompromis yang demokratis itu sebagai dasar untuk meneruskan perundingan. Kita juga tahu bahwa dalam bagian lain, umpama yang mengenai hal-hal ekonomi dalam usul kompromis itu ada yang tidak memuaskan kita. Tetapi kita menerima rencana itu semata-mata sebagai dasar ekonomi yang tercantum dalam usul Critchley-Du Bois itu dalam persangkutannya dengan bagian pertama, yaitu pembentukan Negara Indonesia Serikat secara demokratis dengan melalui pemilihan konstituante.
Seperti diketahui pihak Belanda mau mendahulukan pembentukan pemerintah interim. Juga kita bersedia menemui Belanda dalam hal ini, asal dipenuhi syarat-syaratnya. Seperti dinyatakan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus yang lalu, Republik Indonesia bersedia ikut serta dalam pemerintah sementara, tetapi dengan syarat-syarat yang tertentu. Syarat-syarat itu ialah:
- Pemerintah Sementara itu sifatnya nasional dengan kekuasaan yang tertentu.
- Yang duduk di dalamnya hendaklah orang-orang yang cakap dan mempunyai rasa tanggung-jawab serta cukup terkenal dalam kalangan masyarakat seluruh Indonesia.
- Pemerintah Sementara itu berdasar kepada dasar demokrasi dan dapat menghargai tumbuhnya demokrasi di kalangan rakyat.
- Pemerintah Sementara itu bertanggung-jawab kepada Konstituante yang dipilih secara demokrasi oleh rakyat Indonesia seluruhnya. Konstituante ini menyiapkan pula Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat, menentukan negara-negara bagiannya dan mengesahkan Statut Uni Belanda-Indonesia.
Pendek kata, Republik bersedia ikut serta dalam Pemerintah interim yang nasional. Kedaulatan, souvereiniteit, dalam prinsipnya ada di tangan Belanda, tetapi dalam praktiknya—berdasarkan pasal 1 alinea 2 dari pada additional principles—dijalankan oleh Pemerintah Sementara.
Inilah suatu pemecahan soal yang redelijk…
Inilah pemecahan soal yang sesuai dengan seluruh pasal 1 additional principles Renville. Hanya dengan menyesuaikan teori dengan keadaan yang nyata dapatlah diselesaikan soal souvereiniteit yang begitu berpengaruh atas jalan perundingan.
Dalam pada itu suasana yang meliputi perundingan tidak bertambah baik, malahan bertambah buruk, disebabkan oleh tindakan Belanda yang menimbulkan insiden Pegangsaan Timur 56. Kita mendapat kesan seolah-olah Belanda mencari-cari sebab untuk menyulitkan jalannya perundingan, karena Belanda sendiri telah mempunyai program untuk membentuk pemerintah sementara di luar Republik.
Tindakan ke jurusan itu telah didahului oleh Belanda dengan membentuk negara-negara boneka di atas daerah Republik yang didudukinya sementara, dan dengan menganjurkan konferensi federal antara negara-negara yang dikuasainya, sebagian yang terjadi di Bandung. Ada pula konferensi Bandung atas inisiatif dari pada negara-negara dalam lingkungan kekuasaan Belanda, akan tetapi hasilnya berlainan dari pada yang dicita-citakan mereka. Belanda mempergunakan semuanya itu untuk mengadu-dombakan kita dan untuk menunjukkan kepada luar negeri bahwa di Indonesia ini ada pandangan lain terhadap penyelesaian persengketaan Belanda-Indonesia selain dari pada pendirian Republik Indonesia.
Insiden yang terjadi di Pegangsaan Timur dengan penembakan polisi dan pembunuhan atas seorang anak sekolah tidak dapat kita pandang sebagai suatu soal kecil. Perampasan gedung Pegangsaan Timur 56 oleh Belanda bukanlah hanya suatu pelanggaran immuniteit, tetapi lebih dari pada itu, yaitu perkosaan terhadap suatu barang yang dalam perasaan orang Timur adalah suatu barang yang sakti. Gedung Pegangsaan timur 56 bagi kita adalah suatu “heiligdom”. Di sanalah proklamasi kemerdekaan kita pada tanggal 17 Agustus 1945 dilakukan; di sanalah tempat kediaman Presiden kita mula-mula; dan kemudian di sana pulalah tempat kediaman Perdana Menteri kita yang melakukan perundingan dengan Belanda.
Gedung itu bagi kita mempunyai sejarah. Di halamannya pun terdapat suatu tugu peringatan kemerdekaan Indonesia, yang didirikan waktu memperingati setahun merdeka. Kekuasaan Inggeris yang berada waktu itu di Jakarta, demikian juga kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, sampai begitu jauh tahu menghargai Pegangsaan Timur 56 itu sebagai suatu daerah yang sakti bagi Republik. Juga setelah Belanda mengadakan aksi militernya, pada tanggal 21 Juli 1947, iapun tidak mengusik-usiknya dan membiarkan Pegangsaan Timur tetap di tangan Republik Indonesia. Sekarang setelah Belanda ingin meneruskan tindakan unilateral-nya dengan membentuk sendiri Pemerintah Federal Sementara, maka ia mau menghapuskan Republik dengan jejak-jejaknya sama sekali dari daerah yang mereka duduki.
Tanggal 24 Agustus yang baru lalu ini mereka mengambil keputusan untuk mengusir ke luar pegawai-pegawai Republik yang dalam dinas yang aktif, terhitung juga anggota-anggota dan pegawai Sekretariat Delegasi kita. Tindakan ini didasarkan atas putusan “Voorlopige Federale Regering”, yaitu suatu instansi yang tidak kita kenal, oleh karena kita hanya mengakui adanya suatu Pemerintah Federal Sementara sebagai hasil dari pada persetujuan politik, yang sedang lagi dirundingkan antara Delegasi Indonesia dan Delegasi Belanda. Tindakan itu bertentangan semata-mata dengan persetujuan Renville yang menghendaki pengakuan status quo bukan saja dalam arti militer, melainkan mengenai juga hal-hal politik dan sosial. Menurut syarat-syarat persetujuan Renville itu sesuatu perubahan tidaklah sah dilakukan oleh suatu pihak atas kekuasannya sendiri (unilateral), melainkan tiap-tiap maksud tindakan itu harus diberitahukan lebih dahulu kepada Komite Jasa Baik, supaya disampaikan kepada pihak yang lain dan supaya dibandingkan tentang layak atau tidaknya dengan mengingat keadaan. Sudah barang tentu Pemerintah Republik tidak menerima tindakan unilateral Belanda semacam itu dan telah menyatakan protes sekeras-kerasnya.
Tapi kita tahu sikapnya Belanda, ia tentu akan meneruskan suatu tindakan yang telah direncanakannya, dan sulit baginya akan berbuat sesuatu apa yang akan memperbaiki suasana kembali. Maka dengan itu timbullah pertanyaan, apa mungkinkah diadakan perundingan seterusnya dalam suasana yang begitu jelek? Perundingan yang mengenai hal-hal yang begitu penting sebagai nasib suatu bangsa di kemudian hari, sebagai kerja bersama antara dua bangsa di masa yang akan datang, menghendaki suasana aman, tenteram dan damai. Dan suasana itulah yang diperkosa oleh Belanda dalam mengadakan manuvernya untuk mencapai pembentukan suatu Pemerintah Federal Sementara di luar Republik.
Tindakan Belanda pada waktu yang akhir ini menyatakan benar, bahwa Belanda dalam politiknya ingin kembali kepada cita-cita Rijksverband-nya yang dahulu, yang sebenarnya tak pernah dilepaskannya. Dan politiknya itu mau dipaksakannya kepada kita dengan mengadakan satu fait accompli yaitu dengan menyorongkan suatu Pemerintah Federal Sementara yang dibentuknya secara unilateral kepada kita. Dan mungkin pula Pemerintah Federal Sementara itu diperalatkan bagi untuk menindas Republik Indonesia. Saudara-saudara kita di daerah Malino dan daerah pendudukan hendak diperkuda untuk memaksakan kemauan Belanda kepada Republik Indonesia. Belanda menjalankan politik devide et impera in optima forma.
Kita jangan bingung dan jangan gelisah melihat tindakan Belanda yang semacam itu, karena segala perbuatannya itu tidak menunjukkan suatu kedudukan yang kuat. Kita harus tenang, tetap dan tegas memegang pendirian yang telah kita ambil. Janganlah kita dapat diombang-ambingkan oleh manuver Belanda itu.
Pada dasarnya pendirian kita dan kedudukan kita ke luar adalah kuat, oleh karena kita senantiasa menunjukkan goodwill untuk melaksanakan dasar-dasar persetujuan Renville. Pendapat umum di luar negeri sebagian terbesar adalah pada pihak kita. Perjuangan kemerdekaan kita dan usaha kita untuk mencapai cita-cita nasional kita dengan jalan yang realis, dengan mengemukakan konsepsi yang rasionil, mendapat simpati di luar negeri. Terhadap goodwill kita yang nyata-nyata itu Belanda senantiasa mengemukakan illwill-nya, oleh karena konsepsinya tetap mau kembali kepada cita-cita Rijksverband-nya. Untuk mencapai itu mereka senantiasa melakukan politik yang tidak sesuai dengan dasar demokrasi.
Tetapi kedudukan kita yang kuat ke luar itu diperlemah oleh kekusutan di dalam, oleh pertentangan politik yang semangkin lama semangkin hebat, seolah-olah kawan seperjuangan yang berlainan paham dipandang musuh yang lebih besar dari pada Belanda sendiri. Sentimen terlalu diperhebat sehingga lupa kepada kenyataan, bahwa kemerdekaan kita hanya bisa selamat apabila kita dapat menyiapkan suatu benteng persatuan yang kokoh. Keadaan-keadaan yang akhir ini menunjukkan bahwa kesulitan kita ke dalam sangat besar. Tambahan lagi karena perputaran pendirian dalam kalangan FDR: dari pembela politik Linggajati dan Renville jadi penentangnya. Dari kalangan FDR yang selama ini mati-matian membela politik Renville terdengar suara yang mengusulkan supaya persetujuan Renville dibatalkan dan perundingan dengan Belanda diputuskan. Kalangan ini menganjurkan supaya Republik Indonesia, yang perjuangannya adalah menentang imperialisme, terus terang memilih tempat pada anti-imperialis front yang dipimpin oleh Sovyet Russia untuk menentang imperialisme.
Jika ditinjau sepintas lalu maka nampaklah suatu keganjilan politik. Golongan yang bertanggung jawab tentang melahirkan Renville, sekarang membatalkannya. Dan golongan yang dari semulanya menentang Renville sekarang berusaha menyelenggarakannya oleh karena Renville itu telah diterima oleh negara. Situasi yang seperti ini sudah tentu melemahkan pendirian kita dalam menghadapi perundingan dengan Belanda. Situasi ini sebenarnya timbul sebagai akibat pergolakan politik internasional yang dikuasai oleh pertentangan Amerika-Russia.
Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro Russia atau pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?
Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia Merdeka seluruhnya.
Perjuangan kita harus diperjuangkan di atas dasar semboyan kita yang lama: Percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan dari pada pergolakan politik internasional. Memang tiap-tiap politik untuk mencapai keududukan negara yang kuat ialah mempergunakan pertentangan internasional yang ada itu untuk mencapai tujuan nasional sendiri. Belanda berbuat begitu, ya segala bangsa sebenarnya berbuat semacam itu, apa sebab kita tidak akan melakukannya? Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, akan tetapi perjuangan bangsa tidak bisa dipecah dengan menuruti simpati saja, tetapi hendaknya didasarkan pada realitet, kepada kepentingan negara kita setiap waktu.
Sovyet Russia sendiri memberi contoh kepada kita, bahwa politik internasional tidak bisa dihadapi dengan sentimen belaka, tetapi dengan realitet dan dengan logika yang rasionil. Dalam tahun 1935, tatkala Sovyet Russia menghadapi arus fascis, ia mengubah haluannya yang radikal yang menentang negara-negara demokrasi Barat, dan menganjurkan kepada kaum komunis di luar Russia untuk memberhentikan serangannya kepada pemerintah-pemerintah kapitalis dan beserta dengan mereka mengadakan suatu volksfront-politik untuk menentang fascis. Malahan kepada bangsa-bangsa yang terjajah di waktu itu dianjurkan supaya mengurangkan perjuangannya yang tajam menentang imperialisme kolonial, melepaskan sementara waktu cita-cita kemerdekaan, dan membantu memperkuat volksfront yang dianjurkan tadi. Dalam tahun 1939, Sovyet Russia mengadakan perjanjian non-agresi dengan Nazi-Jerman, dan dengan perjanjian itu Russia selama 18 bulan terpelihara dari pada serangan dari Hitler; sementara itu ia dapat memperkuat alat pertahanannya. Timbangan yang rasionil memaksa Sovyet Russia mengadakan perjanjian dengan musuhnya. Dan apabila politik hanya didasarkan kepada sentimen, yang sedemikian itu tentu tidak mungkin terjadi.
Tentang perjuangan Indonesia, memang dapat dinyatakan dua aliran politik yang berlainan, yang pada dasarnya sama kuatnya jika dipandang dari pokok pahamnya masing-masing.
Jika perjuangan ini ditinjau dari jurusan komunisme, memang benar pendirian bahwa segala-galanya didasarkan kepada politik Sovyet Russia. Bagi seorang komunis Sovyet Russia adalah modal untuk mencapai segala cita-citanya, karena dengan Sovyet Russia bangun atau jatuh perjuangan komunisme. Sovyet Russia adalah pelopor dalam menyelenggarakan idealnya, sebab itu kepentingan Sovyet Russia dalam perjuangan politik internasional diutamakannya. Kalau perlu untuk memperkuat kedudukan Sovyet Russia, segala kepentingan di luar Sovyet Russia dikorbankan, terhitung juga kepentingan kemerdekaan negara-negara jajahan, sebagaimana terjadi pada tahun 1935 dan seterusnya. Sebab, menurut pendapat mereka, apabila Sovyet Russia yang dibantu tadi sudah mencapai kemenangannya dalam pertempuran dengan imperialisme, kemerdekaan itu akan datang dengan sendirinya.
Tidak demikian pendirian seorang nasionalis, sekalipun pandangan kemasyarakatannya berdasarkan sosialisme. Dari jurusan politik-nasional, kemerdekaan itulah yang terutama, sehingga segala tujuan dibulatkan kepada perjuangan mencapai kemerdekaan itu. Perhitungan yang terutama ialah, betapa aku akan mencapai kemerdekaan bangsaku dengan selekas-lekasnya. Dan dengan sendirinya perjuangannya itu mengambil dasar lain dari pada perjuangan yang dianjurkan oleh seorang komunis. Kemerdekaan nasional terutama, siasat perjuangan disesuaikan dengan keadaan. Oleh karena itu tidak dengan sendirinya ia memilih antara dua aliran yang bertentangan. Betapa juga besar simpatinya kepada aliran yang lebih dekat padanya, ia tetap memilih langkah sendiri dalam menghadapi soal-soal kemerdekaannya.
Betapa juga lemahnya kita sebagai bangsa yang baru merdeka dibandingkan dengan dua raksasa yang bertentangan, Amerika Serikat dan Sovyet Russia, menurut anggapan Pemerintah kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita atas adagium: percaya kepada diri sendiri dan berjuang atas tenaga dan kesanggupan yang ada pada kita.
Saudara Ketua!
Kesukaran yang kita hadapi dalam negeri bertambah besar pula karena senantiasa ada aliran, dari dahulu sampai sekarang, yang tidak mau membedakan revolusi nasional dengan revolusi sosial. Sering-sering dilupakan bahwa kita dalam tingkat perjuangan kita sekarang ini lagi menyelenggarakan revolusi nasional kita. Dan tujuan revolusi nasonal ini akan patah di tengah, apalagi dicampuri dengan tujuan revolusi sosial. Juga di antara mereka yang dahulu memperingatkan dengan dalil-dalil dari Marx bahwa kita masih berada dalam fase revolusi nasional dan karena itu belum waktunya mengemukakan revolusi sosial, di antara mereka pun ada yang lupa akan teorinya sendiri dan menganjurkan tindakan ke jurusan membangkitkan revolusi sosial.
Kalau ditinjau benar-benar, memang ada faktor-faktor objektif yang memperkuat perasaan untuk menuju kepada revolusi sosial tadi. Pertama, inflasi, dan karena itu terdapat kesukaran hidup yang semakin hari semakin bertambah.
Inflasi juga berlaku di masa pemerintah yang lama, dan ini ternyata dari naiknya harga beras berangsur-angsur dari harga 50 sen sekilo sampai harga Rp6,00 pada permulaan tahun ini. Inflasi yang telah lama berlaku itu sekarang berjalan terus dan memuncak, dan kenaikannya itu diperhebat lagi oleh banyaknya uang kertas palsu beredar dalam masyarakat dan hilangnya uang kecil. Seperti umum diketahui, uang kertas palsu itu banyak mengalir dari daerah pendudukan.
Kedua, blokade yang dilakukan oleh Belanda menambah sukarnya penghidupan rakyat dan menambah besar kesengsaraan yang diderita oleh rakyat kita, istimewa yang mengenai pakaian. Dalam pada itu jangan pula dilupakan bahwa kita kehilangan daerah-daerah yang subur, yang menghasilkan padi berlebih-lebih, kehilangan pabrik-pabrik tekstil yang sekarang terletak dalam daerah pendudukan, kehilangan alat-alat transport yang tidak sedikit, yang belum dapat diatasi dengan pembikinan cikar secara besar-besaran. Dan jangan pula dilupakan, bahwa daerah kita yang semakin kecil ini harus pula menerima beratus-ratus ribu kaum pengungsi dari daerah pendudukan, di antaranya ± 35.000 tentara dan laskar. Semuanya ini harus dihidupi oleh daerah kita yang bertambah kecil ini. Semuanya ini memperbesar kesukaran rakyat kita. Tapi sungguhpun bergitu, semangat rakyat untuk berjuang masih tetap menyala dan masih bisa dibesarkan, apabila ada persatuan dalam perjuangan politik. Tetapi persatuan inilah yang hilang di masa yang akhir ini.
Saudara Ketua!
Sekarang saya meningkat pada soal rasionalisasi yang menjadi pasal ketiga dalam program Pemerintah sekarang. Sebelum saya uraikan apa yang telah dicapai oleh Pemerintah dalam hal ini, baiklah saya peringatkan di sini apa yang saya ucapkan dahulu dalam Keterangan Pemerintah pada Badan Pekerja pada tanggal 16 Februari yang lalu:
“Tentang mengadakan rasionalisasi ke dalam, Pemerintah bermaksud akan mengadakan perbaikan dalam susunan negara dan alat negara serta mencapai sedikit perimbangan antara pendapatan dan belanja negara. Bahwa pendapatan negara tidak dapat menutup ongkos hidup negara, hal ini tidak mengherankan. Tetapi jarak antara kelebihan pengeluaran belanja dengan pendapatan negara dapat dikurangkan dengan mengadakan rasionalisasi yang tepat, dengan memindahkan tenaga dari pekerjaan yang improduktif selama ini ke daerah yang produktif. Pemindahan tenaga ini tidak dengan sekaligus mengurangkan belanja negeri, malahan mungkin bermula dengan sebaliknya, karena membangunkan usaha produktif menghendaki persediaan dan penanaman kapital lebih dahulu sebagai alat usaha. Akan tetapi, jika persediaan telah selesai, usaha produktif itu mulai menghasilkan dan pendapatan negeri bertambah banyak.
Rasionalisasi tidak saja mengenai pemindahan tenaga dari usaha yang tidak produktif ke usaha yang produktif, tetapi juga memperbaiki efektifnya susunan dan bentuk tata-usaha dan administrasi negara. Penempatan tenaga tidak terbagi sama rata, kadang-kadang berat di pucuk. Istimewa terhadap angkatan perang kita, rasionalisasi harus dilakukan dengan tegas dan nyata, karena di sinilah banyak terdapat pemakaian tenaga yang tidak lagi produktif untuk masa datang. Kalau tidak, kita akan mengalami inflasi yang sebesar-besarnya, yang memusnahkan hidup rakyat. Bahwa keadaan ini sangat mendesak ternyata bahwa Badan Pekerja sendiri telah menerima mosi Baharuddin untuk membaharui dan mengefektifkan bentuk dan susunan tentara kita. Keinginan yang tercantum dalam mosi Baharuddin itu akan diselenggarakan oleh Pemerintah dengan berpedoman kepada cita-cita “satu tentara satu komando” dalam bentuk dan susunan yang efektif. Selanjutnya Pemerintah akan menyiapkan dasar-dasar untuk menjadikan tentara kita jadi tentara milisi. Tentara milisi lebih baik dari pada tentara gajian, karena milisi menanam rasa kewajiban untuk mempertahankan tanah air. Tentara tetap menjadi kern kader.
Sudah barang tentu, segala tindakan menuju rasionalisasi itu tak boleh berakibat dengan menimbulkan pengangguran, yang pada dasarnya merugikan masyarakat. Bagi tiap-tiap tenaga yang dikeluarkan dari jabatan karena berlebih, harus dibangunkan sumber usaha baru yang memberi penghidupan yang layak kepadanya. Demikian juga, kedudukan seluruh anggota angkatan perang akan dijamin sampai dapat ditentukan status mereka. Rasionalisasi dengan tiada menimbulkan usaha baru yang kreatif, bukanlah rasionalisasi yang sebenarnya. Rasionalisasi yang kita tuju ialah penyempurnaan dan pembangunan yang meringankan beban masyarakat beserta mengurangkan penderitaan rakyat.”
Sekian keterangan saya dulu!
Saudara Ketua!
Dalam Keterangan Pemerintah itu telah saya gambarkan bahwa tak mudah menjalankan rasionalisasi ini. Seperti ditegaskan dalam keterangan itu, rasionalisasi bukan berarti massa ontslag, melainkan memindahkan tenaga dari pekerjaan yang kurang atau tidak produktif ke daerah yang produktif. Rasionalisasi harus menimbulkan usaha baru yang kreatif dengan tenaga-tenaga yang diambil dari pekerjaan-pekerjaan yang improduktif tadi. Nyatalah bahwa dalam usaha ini kita menghadapi banyak sekali handicap berhubung dengan keadaan sekarang sebagai adanya blokade Belanda yang menghalangi import dan export secara besar-besaran, dan kurangnya alat-alat untuk mengusahakan pekerjaan yang besar. Dari semulanya Pemerintah insyaf akan beratnya usahanya untuk melakukan rasionalisasi, seperti juga tergambar pada jawaban saya kepada Badan Pekerja sendiri dalam bertukar pikiran tentang Keterangan Pemerintah dahulu. Tetapi rasionalisasi harus berjalan, betapa juga sukarnya, untuk mencapai perbaikan. Inilah satu-satunya jalan untuk memerangi inflasi yang membahayakan penghidupan rakyat.
Dasar rasionalisasi ialah mendekati perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan negara. Sebenarnya penghidupan negara baru sehat apabila telah tercapai persamaan jumlah antara pengeluaran dan pendapatan negara. Kita semuanya tahu bahwa keadaan setimbang itu tidak akan tercapai selama negara kita dalam bahaya dan kita harus mengadakan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan, dan selama perhubungan ekonomi yang normal, inter-insulair dan antara Indonesia dan luar negeri, belum tercapai. Semuanya ini hanya dapat dicapai, apabila persengketaan Indonesia dan Belanda sudah dapat diselesaikan.
Jadinya kita akan tetap menghadapi keadaan tidak tercapai perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan negara. Tetapi segala tenaga harus ditujukan untuk mendekati perimbangan itu. Jalan yang harus ditempuh untuk mencapai perimbangan itu ialah:
- Mengurangkan pengeluaran negeri.
- Memperbesar masuknya pajak.
- Memperbesar produksi.
- Mengadakan sanering uang berhubung dengan banyaknya uang palsu beredar dan dengan merosotnya nilaian uang kita.
Keempat jalan ini diusahakan oleh Pemerintah.
Dari semulanya telah kami insyafi—dan ini juga ternyata dari Keterangan Pemerintah tanggal 16 Februari—bahwa pengeluaran uang tidak dapat dikurangkan sekaligus, malahan mungkin bertambah berhubung dengan menjalankan rasionalisasi dengan memindahkan tenaga-tenaga dari pekerjaan yang improduktif kepada usaha yang produktif, yang menghendaki adanya pembangunan objek-objek baru.
Tetapi rasionalisasi inilah yang ditentang dari semulanya oleh berbagai golongan dengan mengadakan agitasi sebesar-besarnya. Di sebelah itu ada gerakan anti-bayar pajak, suatu gerakan yang pada dasarnya merugikan negara. Ada yang mengatakan setuju dengan rasionalisasi, tetapi tidak setuju dengan cara menjalankannya. Ada pula yang setuju dengan rasionalisasi tetapi menentang apabila rasionalisasi itu mengenai dirinya atau golongannya sendiri. Semuanya ini menghambat lancarnya jalan rasionalisasi tadi.
Rasionalisasi ini, kalau mau mendapat hasil, hendaklah dapat dijalankan dengan cepat. Kalau tidak tentu hasil yang diperoleh itu—dan hasil itu ada—dibatalkan lagi efeknya oleh inflasi yang berjalan terus yang membawa kenaikan harga barang-barang, dan karena itu ongkos hidup pegawai-pegawai negara dan buruh harus dinaikkan pula. Di sini harus kami katakan, bahwa hasil rasionalisasi yang dicapai pada Angkatan Perang sudah dihapuskan lagi oleh kenaikan harga barang-barang.
Tadi telah saya terangkan bahwa rasionalisasi disulitkan oleh gerakan anti-rasionalisasi. Ini istimewa mengenai rasionalisasi dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Seperti saya telah terangkan dahulu, Angkatan Perang yang jumlahnya 463.000 orang tidak dapat dibelanjai oleh negara dan sebagian besar dari anak-anak kita harus dikerahkan kepada usaha-usaha yang produktif.
Dengan mengurangkan jumlah Angkatan Perang, kita tidak bermaksud akan melemahkan pertahanan negara, malahan untuk memperkuatnya. Kekuatan tentara tidak terutama bergantung kepada banyak jumlahnya, malahan kepada efektif susunannya, baik morilnya dan disiplinnya, cukup perlengkapannya. Semuanya ini bisa dicapai dengan mengurangkan jumlah Angkatan Perang kita sampai kepada susunan yang rasionil. Angkatan Perang yang terlalu besar yang tidak terbelanjai oleh negara menimbulkan semangat yang jelek dalam Angkatan Perang, merusak morilnya tentara dan mengurangkan kekuatan pertempurannya. Tetapi suatu tentara yang kecil dan efektif yang dapat dibelanjai oleh negara, dapat memelihara moril yang kuat dan disiplin yang baik, dan dapat pula diperlengkapi sebaik-baiknya menurut keadaan. Maka setelah dibicarakan matang-matang dengan pimpinan Angkatan Perang, ditetapkan mengadakan rasionalisasi dengan dasar: tentara sederhana tetapi efektif. Selain dari itu, susunan tentara direorganisir berdasarkan undang-undang baru tentang susunan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang.
Serentak dengan mengecilkan jumlah Angkatan Perang, ditegaskan bahwa politik pertahanan negara berdasarkan kepada tentara dan people’s defence. People’s defence ini mengenai seluruh rakyat dan ongkosnya harus dipikul oleh masyarakat. Dengan dasar ini, pertahanan negara menjadi usaha Pemerintah dan masyarakat. Organisasi people’s defence mesti sedemikian rupa, sehingga ia tidak menarik orang dari pekerjaannya yang biasa dan karena itu tidak mengurangkan usaha produktif dalam masyarakat. Hanya perhubungan yang nyata diadakan antara tentara dengan people’s defence tadi. Detail tentang ini tentu tidak dapat saya bentangkan di sini. Maksud saya mengemukakan ini ialah, supaya orang mendapat gambaran bahwa dengan mengecilkan tentara itu kita tidak melemahkan pertahanan negara, malahan memperkuatnya. Saya tegaskan “memperkuatnya”, karena tentara yang kecil dan efektif mudah dibelanjai oleh negara, mudah diperlengkapi, dan karena itu semangatnya dan disiplinnya tetap baik.
Kita tahu tentara yang tidak terpelihara rusak disiplinnya, patah morilnya, akhirnya menggedor kanan-kiri untuk mencari penghidupannya sendiri. Sebab itu tujuan Pemerintah ialah mengadakan suatu Angkatan perang yang efektif yang dikuasai seluruhnya oleh Pimpinan Angkatan perang dengan berdasarkan adagium: satu tentara satu komando. Seperti saya terangkan dahulu perhubungan tentara dengan people’s defence ini adalah satu tingkat pertama untuk mencapai tentara milisi.
Dalam hal mengadakan rasionalisasi dan rekonstruksi dalam kalangan tentara ini, Pemerintah berhadapan dengan berbagai kesulitan psikologis. Orang masih hidup dalam psychose perang, anak-anak tentara dan laskar masih merasai kewajibannya untuk mempertahankan tanah air. Mereka mudah mendapat paham yang salah, bahwa pengurangan jumlah tentara berarti melemahkan tentara. Padahal, seperti saya terangkan tadi, tidak begitu adanya. Selain dari pada itu mereka yang harus dirasionalisir, artinya harus dipindahkan dari tentara kepada pekerjaan lain yang produktif, merasa bahwa jasanya selama ini tidak dihargakan. Setelah sekian lama mereka menjadi prajurit dan sering-sering hidup dalam kesukaran, mereka akan disingkirkan begitu saja. Kepada mereka mudah sekali dimasukkan propaganda antirasionalisasi dengan hasutan “habis manis sepah dibuang”.
Padahal tidak begitu yang sebenarnya. Pemerintah tetap menghargai jasa anak-anak kita dalam perjuangan tentara, tidak melupakan apa yang telah mereka korbankan untuk mempertahankan negara dan tanah air. Cuma Pemerintah mau menegaskan bahwa jasa anak-anak kita, istimewa pemuda yang bersemangat, tidak hanya terletak pada pertempuran saja, tetapi juga dan terutama dalam segala usaha membangunkan negara. Di tangan pemuda terletak besarnya tanah air kita di kemudian hari. Dan tanah air besar jika dibangunkan. Usaha pemuda membangun negara tidak hanya terletak pada pembelaan negara saja, tetapi selain dari pembelaan masih banyak lagi padang usaha, supaya negara jadi besar dan masyarakat jadi subur hidupnya.
Alangkah sukarnya mengubah paham yang salah tadi, yang mempengaruhi prajurit-prajurit kita, sehingga mereka menentang kalau dirasionalisir.
Satu kesulitan yang objektif, yang ternyata pula sebagai suatu masalah di seluruh dunia, ialah bahwa tak mudah memindahkan prajurit yang sekian lama sudah bertempur kepada perusahaan dalam masyarakat. Pada permulaan, banyak di antara mereka yang tak suka bekerja dan tak mempunyai semangat bekerja, seolah-olah bekerja itu dipandangnya sebagai suatu pekerjaan yang hina. Yang mulia bagi mereka ialah menjadi prajurit, sekalipun mereka tidak ikut bertempur. Karena itu susah mengerahkan mereka ke dalam pekerjaan kemasyarakatan kembali. Tetapi bagaimanapun juga Pemerintah dan juga pimpinan tentara berusaha segiat-giatnya supaya anak-anak kita yang berada dalam tentara jangan menjadi orang werkschuw.
Berhubung dengan ini akan diusahakan pula supaya pasukan kita yang berada dalam asrama di seluruh Indonesia juga mengerjakan kebon dan ladang di sekeliling asramanya. Tindakan ini, selain dari pada menghilangkan werkschuw mereka, dapat pula menggerakkan hati prajurit-prajurit kita berusaha sendiri untuk mencukupi perlengkapannya yang kurang. Self-supporting dalam hal perlengkapan bagi tentara tentu tidak akan tercapai, tetapi usaha sendiri untuk menggenapkan apa yang kurang adalah didikan yang baik tentara kita. Soalnya yang sukar dipecah sekarang ialah mencarikan tempat asrama bagi prajurit-prajurit kita yang cukup mempunyai tanah sekililingnya untuk ditanami dengan sayur-sayuran atau palawija dan juga untuk memelihara ternak kecil-kecil.
Rasionalisasi tentara dijalankan dengan tiga rupa.
- Melepaskan mereka yang sukarela mau meninggalkan tentara, di antaranya ada yang ingin kembali kepada pekerjaannya yang lama sebagai guru, sebagai partikelir, dll.
- Menyerahkan mereka kepada Kementerian Pembangunan dan Pemuda yang menyiapkan objek-objek usaha bagi mereka.
- Mengembalikan seratus ribu kembali ke dalam masyarakat desa.
Telah ditinjau, atas usaha bersama antara pimpinan tentara dan pamong praja, bahwa beribu-ribu desa dapat menerima kembali prajurit-prajurit kita, misalnya tiap-tiap desa 10 orang. Desa seterusnya memikul belanja penghidupannya, sedangkan tenaga mereka bisa dipergunakan untuk berbagai-bagai pekerjaan di dalam desa, terhitung juga menjadi penjaga keamanan di desa. Ini pun tak mudah mengerjakannya dengan sekaligus, karena anak-anak yang akan dikembalikan ke desa itu harus pula diberi uang ganti jabatan sebanyak tiga bulan gaji.
Dengan terus-terang kami berkata di sini, bahwa rasionalisasi dalam tentara belum lagi selesai berhubung dengan reaksi-reaksi dan rintangan psikologis yang disebut tadi. Tetapi rasionalisasi berjalan terus.
Rasionalisasi dalam administrasi negeri dijalankan dengan mempelajari dasar normalisasi untuk susunan kementerian. Selanjutnya dilakukan dengan jalan memberantas korupsi dengan menyingkirkan dan menuntut pegawai-pegawai yang ternyata korup. Dalam mengusahakan ini ternyata bahwa kurang sekali tenaga pada jabatan yang mengadakan kontrol. Dalam politik Pemerintah sekarang, kontrol ini akan diperkuat, karena kecurangan dan korupsi hanya bisa dibasmi dengan mengadakan kontrol yang tegas. Dalam beberapa jabatan pemerintahan telah diadakan “controlerende instantie”. Hanya dalam hal ini kita menghadapi kekurangan tenaga yang cakap.
Seperti diketahui, perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh negara rata-rata menyatakan kelebihan pegawai dan buruh yang tidak sedikit, sehingga perusahaan itu tidak saja tidak ekonomis dalam usahanya, tidak efisien, melainkan juga bekerja dengan rugi. Merasionalisir perusahaan itu tidaklah mudah, karena belum dapat dibangunkan perusahaan yang seimbang untuk menerima kaum buruh yang berlebih pada perusahaan-perusahaan tersebut. Pemerintah tidak pula dapat melepas kaum buruh itu dengan begitu saja, dengan tidak mencarikan pekerjaan baru bagi mereka, karena kewajiban Pemerintah Republik ialah menjamin pekerjaan kepada warga negaranya dan memberikan penghidupan kepadanya yang layak menurut kemanusiaan.
Dalam perjuangan kemerdekaan yang kita hadapi sekarang, yang dengan sendirinya menimbulkan berbagai-bagai kesukaran hidup, dengan sendirinya Pemerintah belum dapat memenuhi kewajibannya untuk memberikan penghidupan yang berdasar peri-kemanusiaan kepada kaum buruh kita. Seluruh masyarakat lagi menderita kesukaran, kecuali segolongan kecil yang dapat hidup mewah karena hasil menyatut. Tapi tujuan negara dan Pemerintah tetap ke jurusan menyelenggarakan tuntutan Undang-Undang Dasar kita pasal 27 ayat 2, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Saudara Ketua!
Sekarang saya meningkat kepada pembicaraan tentang pembangunan, yang menjadi pasal keempat dari pada Program Pemerintah. Sekalipun negara menghadapi berbagai-bagai kesukaran, istimewa kesukaran uang, pembangunan masih dapat dijalankan sekalipun tidak sebagaimana yang dirancang dan diharapkan. Dari keterangan saya dahulu dalam Badan Pekerja, pembangunan adalah satu tujuan yang terpenting dari pada Pemerintah. Dan berhubungan dengan itulah maka diadakan suatu Kementerian baru, Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Gabungan pembangunan dan pemuda dinyatakan di sini sebagai pelambang, bahwa pembangunan negara kita akan disemangati oleh jiwa pemuda yang riang gembira dan suka bertindak.
Buat sementara Kementerian Pembangunan dan Pemuda mendapat tugas kewajiban untuk menampung sebagian dari pemuda-pemuda kita yang dikeluarkan dari tentara, dan mengusahakan supaya mereka dapat dikerahkan kepada pekerjaan yang kreatif dan juga memberi latihan kepada mereka untuk mempelajari berbagai kepandaian vak. Dalam hal memilih pekerjaan bagi mereka itu, diutamakan ke jurusan membuat perumahan, menghasilkan makanan, dan membuat pakaian. Usaha-usaha itu diselenggarakan dengan jalan memberi kredit dan memberi kapital pokok pada perusahaan-perusahaan yang mereka dirikan. Menurut kepentingannya, perusahaan-perusahaan itu disusun sebagai perusahaan kooperasi atau perusahaan campuran antara Pemerintah dengan mereka. Berhubung dengan kesulitan keuangan negara, pekerjaan Kementerian Pembangunan dan Pemuda menghadapi berbagai-bagai handicap.
Tetapi seperti saya sebutkan tadi, pekerjaan semacam ini hanya sementara bagi Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Titik berat dari pada usahanya nanti ialah menjalankan program transmigrasi secara besar-besaran yang dirancang oleh Pemerintah atas dasar memperbesar kemakmuran rakyat dan menyebarkan kemakmuran seluruh rakyat. Dalam keadaan sekarang, usaha yang utama ini, yang akan memakai waktu berpuluh tahun, belum dapat diselenggarakan. Oleh karena itu usaha Kementerian Pembangunan dan Pemuda dalam hal ini masih terbatas hingga penyelidikan menyelenggarakan transmigrasi kelak serta merencanakan cara bagaimana transmigrasi secara besar-besaran dapat diselenggarakan, apabila keadaan sudah normal.
Berhubung dengan negara kita kehilangan daerah-daerah yang makmur dan subur, dengan sendirinya minat Pemerintah itu ditumpahkan untuk memperbesar produksi. Terutama produksi pertanian, perhewanan dan perikanan. Ada tiga jalan yang dipilih untuk memperbanyak produksi, ialah jalan yang telah direncanakan sejak Pemerintah dahulu-dahulu:
- Menanami tanah pertanian yang sudah ada lebih kerap kali dari pada yang telah sudah dalam setahunnya.
- Memperbesar hasil tiap-tiap hektare tanah pada tiap-tiap kali panenan.
- Menanami tanah baru yang belum ditanami.
Tindakan yang kemudian ini terutama ditujukan untuk Sumatera yang dapat menyediakan beratus ribu hektare tanah untuk keperluan itu. Pekerjaan ini hanya tersangkut pada kekurangan irigasi yang harus diselenggarakan lebih dahulu, yang pada hakekatnya meminta biaya yang tidak sedikit. Buat sementara waktu hanya dapat diusahakan dengan berdikit-dikit, tetapi di masa normal di kemudian hari pulau Sumatera dapat dijadikan lumbung makanan rakyat.
Sungguhpun pertanian di tanah Jawa telah dikerjakan secara intensif, pengalaman pada masa 6 bulan yang akhir ini menyatakan bahwa pertanian itu masih dapat diintensifkan. Dalam pemandangan ini saya tidak bermaksud akan memberikan keterangan yang mengenai detail, tetapi ada baiknya juga saya sebutkan di sini beberapa angka-angka untuk menyatakan perhatian Pemerintah dalam usaha memperbanyak hasil bumi. Penanaman tanah baru, yang berasal dari tanah hutan, perkebunan, bekas erfpacht klein landbouw, yang ditanami dengan padi dan palawija, ada ±75.000 hektare luasnya. Tanah sawah yang diusahakan menanamnya lebih kerap kali, luasnya ada ±138.000 hektare. Tanah yang dicoba menanami dengan jenis padi yang lebih baik, luasnya ada ± 566.000 hektare. Banyak lainnya yang tak dapat saya bentangkan di sini, karena terlalu mengenai detail. Anggota-anggota Badan Pekerja dapat membacanya dari Laporan Pekerjaan Kementerian Kemakmuran pada waktu yang akhir ini.
Memajukan produksi dalam lapangan perindustrian, kerajinan, dan pertukangan terus dilakukan, sekalipun dalam beberapa hal kita menghadapi kesulitan teknik yang sukar diatasi. Untuk melancarkan jalannya industri gula kita harus mendatangkan berbagai-bagai alat pengganti dan rabuk dari luar, yang harus ditukari dengan hasil industri kita sendiri. Kalau diketahui bahwa semuanya ini harus dirunding dahulu dengan Belanda via KTN, maka nyatalah bahwa dalam hal ini kita menghadapi kesulitan yang tidak sedikit. Orang jangan lupa, bahwa industri yang ada sekarang di daerah kita menghadapi berbagai-bagai slijtage, yang apabila tidak lekas diganti, akan rubuh sama sekali. Keterangan ini menunjukkan pula, bahwa kapasitet dan produktivitet pabrik-pabrik asing yang ada di daerah kita telah banyak merosot oleh karena usianya, dan dengan itu penghargaan kapitalnya dengan sendirinya sudah menjadi rendah.
Dalam pada itu untuk memajukan kerajinan dan industri rakyat, pertukangan rakyat, perikanan, dan perhewanan, dimulai lagi mengadakan latihan koperasi pada tiap-tiap karesidenan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar kita pasal 33, di mana disebut bahwa perekonomian diatur sebagai usaha bersama di atas asas kekeluargaan, Pemerintah berpendapat bahwa akhirnya koperasilah satu-satunya bangun perusahaan yang sesuai bagi rakyat kita. Kapitalisme tidak dapat ditentang dengan semboyan saja, melainkan harus ditentang dengan organisasi. Organisasi itu ialah koperasi.
Tetapi sebagai ternyata dalam pengalaman kita, kegembiraan untuk mengadakan koperasi saja belum cukup untuk mengadakan organisasi koperasi yang baik yang bisa menjamin perjuangan ekonomi rakyat kita. Yang terpenting ialah adanya semangat koperasi dalam jiwa rakyat kita. Koperasi sosial dan tanggung jawab ekonomi, sehingga dapat didorongkan kepada rakyat desa-desa tidak saja mengenai kepandaian mengatur buku dan administrasi koperasi, melainkan terutama haruslah mendidik semangat cinta kepada masyarakat atas dasar usaha bersama. Bahwa tujuan ini tidak dapat dicapai dengan sekaligus, kita insyafi dengan sepenuh-penuhnya.
Tetapi Pemerintah sekarang merasa gembira telah dapat meletakkan dasar tempat tumbuhnya koperasi rakyat yang sejati di masa datang. Suatu rancangan undang-undang koperasi baru telah dimajukan kepada Badan Pekerja KNP, dan mudah-mudahan dapat diselesaikan dengan cepat dengan perubahan-perubahan yang perlu untuk menyempurnakannya. Kami berpendapat bahwa paham kita tentang koperasi bertambah sempurna dengan perubahan dalam masyarakat sendiri. Tetapi pimpinan untuk menuju perubahan itu dengan suatu undang-undang yang baik adalah sangat perlu.
Satu usaha lain yang dirancang oleh Pemerintah untuk mencapai penghidupan rakyat kita ialah soal pembagian bahan makanan kepada rakyat seluruhnya. Untuk keperluan inilah maka jabatan PPBM dahulu dijadikan suatu Kementerian dengan alat yang lebih luas dengan meninjau kemungkinan mendapat bahan makanan dari luar negeri.
Di sini kami berkata dengan terus terang bahwa cita-cita Pemerintah untuk mengadakan distribusi bahan-bahan makanan buat seluruh rakyat belum dapat diselenggarakan, berhubung dengan berbagai-bagai kesulitan yang kita hadapi. Kesulitan yang terbesar ialah kesukaran alat transport, kekurangan alat pembungkus yang sukar diatasi di waktu sekarang ini. Untuk mencapai kemungkinan distribusi itu, Pemerintah membawa serta berusaha dalam hal ini organisasi-organisasi buruh dan tani. Dibentuk suatu panitia, terdiri atas wakil buruh dan wakil tani untuk mengupas soal ini dan merancang cara distribusi yang dapat dilakukan dalam praktik. Tetapi, seperti saya katakan tadi, kesulitan yang nyata sangat besar.
Buat sementara waktu, berhubung dengan meningkatnya harga barang-barang makanan dibandingkan dengan gaji pegawai negeri, maka Pemerintah mengadakan peraturan sementara untuk membagikan beras dan beberapa keperluan hidup lainnya pada pegawai negeri dengan harga yang jauh lebih rendah dari pada harga pasar. Pembagian ini saja telah menimbulkan kerugian bagi Pemerintah tiap-tiap bulan Rp30.000.000,00. Maksud yang dirancang oleh Pemerintah ialah supaya segala bahan keperluan hidup dapat dibagikan kepada pegawai negeri, tetapi berhubung dengan kesulitan-kesulitan yang disebut tadi maksud itu belum lagi dapat diselenggarakan.
Sangat besar desakan dari masyarakat supaya Pemerintah mengambil tindakan yang tegas terhadap penimbunan barang-barang dan penaikan harga. Undang-undang tentang penimbunan barang-barang penting tentu dapat dijalankan. Cuma dalam hal ini kita juga harus insyaf bahwa kalau alat Pemerintah untuk menjalankan undang-undang itu tidak sempurna, tindakan yang dilakukan itu sebagaimana dialami di masa yang lalu, akan mencapai akibat yang sebaliknya dari yang dikehendaki. Oleh karena itu Pemerintah sekarang lagi berusaha menyusun plan untuk mencegah kenaikan harga dan penimbunan barang.
Saudara Ketua!
Satu hal yang maha-penting pula bagi penghidupan rakyat kita ialah soal perburuhan. Cita-cita negara kita ialah, supaya kaum buruh kita mendapat penghidupan yang makmur dan bercahaya, supaya kaum buruh kita kerjanya tidak hanya bekerja saja, tetapi juga dapat perlindungan dalam pekerjaan dan dapat pula kesempatan untuk merasai keindahan alam tanah airnya. Kita tahu cita-cita ini tidak bisa tercapai dengan sekaligus, apalagi di masa perjuangan sekarang. Tetapi Kementerian Perburuhan dan Sosial menumpahkan minatnya sepenuh-penuhnya kepada penyelenggaraan berangsur-angsur dari pada cita-cita ini. Undang-undang Perburuhan telah ada. Sekarang minat ditujukan untuk merencanakan peraturan tentang jaminan sosial (sosiale zekerheid) tidak saja bagi kaum buruh, tapi juga bagi rakyat seluruhnya. Bangun dan susunan masyarakat kita berlainan dari pada masyarakat Eropa Barat dan Amerika, sehingga peraturan-peraturan tentang sosiale zekerheid yang ada di sana, seperti yang terkenal sebagai Beveridge Plan, tidak begitu saja dapat kita salin dan bawa kemari. Mesti dipikirkan dari akar-akarnya, supaya bisa tumbuh dengan rindang dalam masyarakat kita, agar betul-betul terjamin tanggungan sosial dari pada masyarakat.
Satu hal lagi perlu saya sebutkan di sini. Peraturan Dewan Pertahanan Negara No. 13 memuat kewajiban bekerja bagi kaum buruh yang bekerja pada perusahaan vital. Pemerintah menganggap bahwa peraturan ini sebagaimana adanya terasa berat sebelah. Di sebelah adanya kewajiban bekerja tak ada jaminan kepada buruh yang mengimbangi kewajiban itu. Perlu diadakan suatu peraturan arbitrage tentang persengketaan yang mungkin terjadi antara buruh yang diwajibkan bekerja dan pimpinan perusahaan yang mewajibkannya bekerja. Mula-mula tentang hal ini akan diadakan suatu peraturan DPN. Setelah diadakan peninjauan dengan mendengar suara SOBSI tentang hal ini, maka Pemerintah berpendapat bahwa dalam hal ini harus dibuat rencana undang-undang yang lebih luas dan karena itu lebih memuaskan, yang kemudian akan dipertimbangkan kepada Badan Pekerja.
Saudara Ketua!
Salah satu soal yang memikat perhatian sejak timbulnya Revolusi nasional kita—tetapi lama sekali terpendam—ialah soal tanah. Tidak heran, karena tanah di dalam negeri agrarian sebagai Indonesia sekarang adalah suatu faktor produksi yang terpenting.
Terhadap soal tanah ini, kami sendiri dalam suatu konperensi BTI pada tanggal 28 Januari 1946 berpendapat sebagai berikut:
“Pada dasarnya, menurut Hukum Adat lama di Indonesia, tanah adalah kepunyaan masyarakat. Orang seorang boleh memakainya sebanyak yang perlu baginya dengan keluarganya dan selama ia sanggup mengerjakannya. Karena itu timbullah hak memakai turun temurun, yang sudah sama rupanya dengan hak milik sendiri.”
“Berdasarkan kepada semangat Undang-Undang Dasar kita, boleh ditetapkan bahwa tiap-tiap orang boleh mempunyai tanah sebanyak yang dapat dikerjakannya sendiri dengan keluarganya dengan memperhatikan dasar tolong-menolong yang dilakukan di desa-desa.”
“Milik tanah besar harus dihapuskan. Harus dipelajari dengan teliti berapa besarnya maksimum milik tanah yang dibolehkan. Sebaliknya harus pula diusahakan supaya tanah yang dimiliki itu cukup hasilnya untuk menjamin hidup yang bercahaya bagi pak tani, cukup untuk dimakannya sekeluarga serta dengan lebihnya untuk pembeli pakaian serta keperluan lainnya, pembayar pajak, iuran perkumpulan, serta ongkos sekolah anaknya. Milik tanah yang terlalu kecil mengembangkan pauperisme, kemelaratan hidup, dan harus dikoreksi dengan jalan transmigrasi.”
“Pemindahan hak milik tanah ke tangan orang lain hanya boleh dengan seizin pemerintah desa (lurah dengan badan perwakilan desa). Milik tanah berarti dalam Republik Indonesia menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat.”
“Tanah milik yang terlantar, tidak dikerjakan, berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara.”
Ucapan inilah yang teringat kepada kami, tatkala membentuk kabinet yang sekarang ini dan akan kami jadikan pedoman untuk meninjau soal tanah.
Seperti saya katakan tadi, soal tanah lama sekali terpendam. Selama Kabinet Syahrir dan Kabinet Amir Syarifuddin jarang-jarang disebut, hanya dipersoalkan dalam beberapa rapat istimewa saja, umpamanya yang diadakan pada kunjungan Presiden, Wakil Presiden, atau Menteri. Sejak terbentuknya Kabinet sekarang ini, soal tanah menjadi pembicaraan umum dan mendapat perhatian yang sepantasnya. Seolah-olah pena dan lidah sekonyong-konyong menjadi lancar dan longgar.
Dalam perdebatan yang pertama tentang Keterangan Pemerintah kepada Badan Pekerja pada 16 Februari yang lalu, seorang anggota telah mengusulkan hapusnya hak konversi. Sebagai jawabnya kami menjanjikan untuk membentuk suatu panitia agraria untuk menyelidiki hal itu, yang di dalamnya akan duduk anggota-anggota Badan Pekerja. Tiga hari sesudah itu maka dibentuklah Panitia tersebut. Berdasar atas laporan Panitia tersebut, maka dengan Undang-Undang no. 13 tahun 1948 dihapuskanlah hak konversi itu di daerah Yogjakarta dan Surakarta. Dengan itu hilanglah suatu hak tanah yang bersifat feodal, sesuai dengan keinginan para petani dalam kedua daerah tersebut.
Sebagai peraturan peralihan untuk menjamin berlangsungnya produksi, terutama produksi gula, yang selama itu mempergunakan tanah dengan hak yang dihapuskan itu, dikeluarkan peraturan Pemerintah yang mewajibkan kelurahan-kelurahan menyediakan tanah secukupnya untuk meneruskan tanaman yang sudah ada sampai saat dipaneni dan untuk musim tanaman 1948/1949, dengan pengganti kerugian yang ditetapkan secara pantas.
Dalam masa peralihan selama lebih kurang setahun, Pemerintah berkesempatan untuk menyiapkan dan mengeluarkan undang-undang dan peraturan yang mengatur segala akibat dari pada hapusnya hak konversi itu, termasuk pula peraturan-peraturan tentang cara pemakaian tanah oleh perusahaan-perusahaan pertanian, sesuai dengan politik agraria baru.
Dengan hapusnya hak konversi, barulah satu bagian dari pada soal tanah yang dipecah. Dengan penetapan Presiden tanggal 21 Mei 1948 dibentuk suatu Panitia Agraria baru yang menpunyai tugas kewajiban:
- Memberi pertimbangan kepada Pemerintah tentang soal-soal hukum tanah umumnya;
- Merancang dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agraria dari pada Negara Republik Indonesia;
- Merancang perubahan, penggantian dan pencabutan peraturan-peraturan lama, baik dari sudut legislatif maupun dari sudut praktik;
- Menyelidiki soal-soal baru yang berhubungan dengan hukum tanah.
Dengan sendirinya termasuk ke dalam tugas kewajiban Panitia itu merencanakan cara bagaimana menjalankan pasal-pasal agraria yang tersebut dalam Program Nasional.
Satu hal, berhubung dengan desakan pada beberapa tempat untuk mengadakan pembagian baru tentang pemakaian tanah, perlu saya sebutkan di sini. Yang bersangkutan dengan milik tanah besar beserta dengan soal tanah bengkok yang luar biasa besarnya, pemecahannya tidak sukar. Memang sekarang lagi dipelajari berapa besar mustinya maksimum milik tanah. Apabila penyelidikan ini selesai, akan dimajukan kepada Badan Pekerja rencana undang-undang yang mengenai hal itu.
Lain halnya dengan milik tanah yang kecil-kecil. Terhadap tanah-tanah itu tidak mustinya diadakan pembagian baru, semata-mata untuk memberikan milik tanah kepada buruh tani yang tidak punya tanah. Pemberian tanah kepada buruh tani itu harus diselenggarakan dengan jalan transmigrasi. Sebagai prinsip menyelesaikan soal tanah harus kita pegang: tiap-tiap orang tani harus mempunyai tanah yang cukup besar untuk dikerjakannya, yang hasilnya menjamin hidup yang bercahaya baginya sekeluarga. Dalam pada itu kita harus berusaha memimpin desa ke jurusan desa-koperasi, supaya produksi desa bertambah sempurna dan ekonomi desa bertambah tersusun.
Usaha Pemerintah seterusnya untuk mencapai pembangunan desa dilakukan dengan meneruskan pekerjaan Pusat Rukun Tetangga, dengan pembentukan model-model desa beserta dengan organisasi koperasinya dan dengan melaksanakan sedapat-dapatnya pemberantasan buta huruf di desa-desa.
Saudara Ketua!
Satu hal yang selama ini menyolok mata bersangkut dengan kedudukan tanah ialah pajak bumi, landrente. Seperti diketahui, beberapa bulan yang lalu Pemerintah telah memutuskan mengganti landrente itu dengan pajak pendapatan biasa.
Seperti saya terangkan dalam sidang Badan Pekerja pada bulan Februari yang lalu, penggantian landrente dengan pajak pencarian itu tidak bakal menguntungkan pak tani, malahan sebaliknya. Berhubung dengan rendahnya nilaian uang ORI sekarang, pajak bumi yang dibayar oleh pak tani tak ada seperseratus dari pada pajak yang harus dibayarnya jika disesuaikan dengan harga padi sekarang. Tetapi penggantian itu baik, karena dengan itu hilanglah satu macam pajak yang berasal dari masa feodal-kolonial yang tidak mengenal dasar progressif, yang menimpakan beban yang lebih berat kepada tani yang paling miskin di antara yang membayar pajak bumi itu.
Hanya penggantian itu menimbulkan berbagai kesukaran dalam hal pemungutan pajak kepada pak tani, yang sekarang lagi diurus oleh Kementerian Keuangan.
Saudara Ketua!
Pada keterangan umum ini tentang politik Pemerintah tidaklah pada tempatnya untuk menguraikan sampai ke detailnya segala cabang usaha Pemerintah. Tentang berbagai hal cukuplah dengan menyebutnya sepintas lalu. Dengan belanja yang terbatas Pemerintah tidak saja dapat memelihara usaha-usaha yang diselenggarakan oleh Pemerintah yang lampau, tetapi di sini-sana juga memperluasnya.
Demikian usaha tentang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan, demikian tentang kesehatan rakyat, demikian tentang pembangunan perumahan dan pengairan.
Perancangan undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah di dalam Negara Republik Indonesia, yang dikehendaki dahulu oleh Badan Pekerja, sekarang telah selesai. Terserah nanti kepada Badan Pekerja membicarakannya.
Selain dari pada berbagai undang-undang yang disebut tadi, yang besar akibatnya tentang perubahan masyarakat kita, ada beberapa lagi yang penting yang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dalam masa enam bulan yang baru lalu ini.
Pertama, undang-undang tentang pemerintah daerah yang menuju desentralisasi dan otonomi yang luas bagi daerah. Undang-undang ini akan membawa perubahan adiministratif dalam susunan pemerintahan. Penyelenggaraannya itu menunggu undang-undang pembentukan daerah otonomi itu sendiri, yang akan dikerjakan berangsur-angsur di masa yang akan datang ini.
Kedua, undang-undang tentang susunan Dewan Perwakilan Rakyat dan anggotanya. Dengan ini maka dalam waktu yang tidak begitu lama akan dapat diadakan pemilihan umum, yang akan memberi keputusan tentang berbagai hal yang tidak disenangi sekarang.
Ketiga, undang-undang tentang susunan dan kekuasaan badan-badan Kehakiman dan Kejaksaan.
Saudara Ketua!
Sekarang beberapa patah kata tentang keuangan negara. Seperti disebutkan tadi, segala kesulitan terdapat pokoknya pada tidak adanya perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan. Dua jalan telah saya sebutkan untuk mendekati perimbangan itu, yaitu mengurangkan pengeluaran negeri dan memperbesar produksi. Seperti saya terangkan tadi, hasilnya belum memuaskan. Malahan inflasi yang berlaku terus menerus membatalkan lagi hasil yang diperdapat sementara dari rasionalisasi.
Dua jalan lagi untuk mendekati perimbangan ialah memperbesar masuknya pajak dan mengadakan sanering uang berhubung dengan banyaknya uang palsu beredar, yang menambah merosotnya nilai ORI.
Seperti telah diketahui,—karena memang hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Badan Pekerja—berbagai macam kenaikan pajak dan bea dan cukai telah diadakan. Sungguhpun demikian, hasilnya jauh dari pada memuaskan. Penggantian pajak bumi dengan pajak pendapatan memang akan mendatangkan hasil yang berlipat ganda, tetapi pemungutan itu baru akan berlaku mulai tahun 1949.
Satu hal perlu dikemukakan di sini. Prosedur pemungutan pajak pendapatan yang berlaku sampai sekarang dalam beberapa hal tidak efektif. Ia tidak dapat menangkap saudagar catut yang mendapat keuntungan berlipat ganda, yang sekarang bebas dari pembayaran pajak yang semestinya. Terhadap mereka itu perlu diadakan suatu prosedur yang cepat dan tegas. Untuk itu, perlulah Menteri Keuangan mendapat kuasa istimewa dari Badan Pekerja dalam melakukan tindakannya. Jika tidak, berpuluh juta pajak yang tidak dapat disusul sampai sekarang ini akan terus lenyap. Ini berarti kerugian yang tidak sedikit bagi kas negara.
Selanjutnya pendapatan negara dapat diperbanyak apabila kita dapat memperluas export dan import. Import barang tekstil, alat pertanian, dan alat pengangkutan dalam tangan pemerintah dapat dipergunakan sebagai jalan untuk mengurangkan jumlah sirkulasi dan beserta dengan itu dapat dilakukan sanering.
Pemerintah lagi berusaha ke jurusan ini.
Penetapan harga yang direncanakan oleh Pemerintah antara lain akan dicapai dengan menarik uang kembali dari sirkulasi, yang dijalankan dengan mewajibkan menyimpan uang di bank di atas jumlah yang tertentu dan dengan menghilangkan uang palsu dari masyarakat. Untuk mengatasi kekurangan uang kecil, yang juga menimbulkan proses kenaikan harga, sudah diadakan peraturan yang memberi izin kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan uang kecil atas petunjuk Menteri Keuangan. Jalan-jalan lain, yang tak dapat saya sebut di sini, lagi direncanakan melaksanakannya.
Saudara Ketua!
Salah satu usaha yang sangat dipentingkan oleh Pemerintah ialah urusan Penerangan, maupun ke dalam maupun ke luar negeri. Saya tahu masih banyak kekurangan dalam Penerangan kita berhubungan dengan alat dan ongkos, tapi pegawai-pegawai Jawatan Penerangan melakukan usahanya dengan sepenuh-penuh minatnya.
Mengingat hebatnya propaganda Belanda yang seringkali bersifat menyerang sikap dan pendirian kita, maka seluruh alat penerangan kita sering-sering ditujukan pada pembelaan dan pembalasan terhadap serangan-serangan mereka itu.
Inilah yang menyebabkan bahwa seringkali antara siaran-siaran mereka dengan siaran-siaran kita terjadi “conflict situatie” yang satu sama lain berebut-rebutan simpati dan sokongan publieke opinie baik dari luar maupun dari rakyat kita di NIT, di daerah-daerah seberang dan di daerah pendudukan. “Conflict-situatie” dalam dalam siaran-siaran inilah yang menyebabkan bahwa seringkali Panitia Keamanan dari kedua delegasi dengan KTN-nya harus menyelesaikan protes-protes terhadap pada siaran-siaran yang dianggap melanggar perjanjian truce.
Sungguhpun dalam keadaan sekarang ini perhubungan amat sukarnya akan tetapi dapatlah dipelihara hubungan correspondensi dengan 12 pusat-pusat penerangan di luar negeri, 6 dari padanya menerbitkan majalah mingguan Merdeka dalam bahasa Inggeris dan Arab, antara lain Singapura, New Delhi, Cairo, Baghdad, London, dan Washington. Usaha untuk menambah pusat-pusat penerangan di lain-lain tempat di luar negeri ini sedang diusahakan terus.
Walaupun usaha penerangan ke luar daerah Republik belum dapat dikatakan sempurna, apalagi bila dibanding dengan propaganda Belanda, yang tekhniskh maupun financieel jauh melebihi usaha kita, tapi suatu kenyataan tidak dapat diabaikan bahwa penerangan kita yang selalu membawa cita-cita kemerdekaan dan keadilan, menjumpai semangat rakyat di seluruh negeri-negeri itu yang membenarkan perjuangan Republik sebagai pelopor cita-cita kemerdekaan dan keadilan seluruh Indonesia. Kewajiban kita yang masih berada di hadapan kita ialah mewujudkan dan menjalarkan simpati rakyat di negeri-negeri itu, menjadi langkah-langkah yang tepat dan riil dari pada Pemerintahannya masing-masing.
Saudara Ketua!
Sering-sering orang mengatakan, bahwa Pemerintah kurang tegas dalam menghadapi berbagai kejadian dalam negeri, yang merupakan suatu kekacauan. Itu mungkin! Tapi dalam segala tindakan yang akan dijalankan, Pemerintah senantiasa mempertimbangkan dua hal:
- Mencapai orde, kesejahteraan umum dalam masyarakat;
- Memupuk tumbuhnya demokrasi kita.
Mencari jalan yang tepat untuk mencapai kedua maksud itu tidak selamanya mudah. Tindakan Pemerintah demokrasi senantiasa kelihatan lebih lemah jika dibandingkan dengan pemerintah kolonial, seperti sekarang yang masih berlaku dalam daerah pendudukan. Di sana orang tidak begitu pusing kepada demokrasi, yang diutamakan ialah orde. Kita di sini mengemukakan pendidikan rakyat ke jalan demokrasi, dan karena itu berhati-hati dalam mengambil tindakan supaya demokrasi jangan mati pada rumpunnya.
Demokrasi yang baru tumbuh sering-sering melewati batas, menimbulkan excessen. Selama excessen itu merupai “Kinderkrankheit des Radikalismus” pemerintah akan sabar, dan sikapnya itu sering-sering merupakan kelemahan.
Akan tetapi apabila kinderkrankheit itu sudah sangat melewati batas, dengan mengadakan intimidasi dan menimbulkan anarki, sehingga keselamatan negara jadi terancam, maka Pemerintah akan mengadakan koreksi. Dan kalau perlu, suatu koreksi dengan tangan besi.
Pemerintah sekarang tidak ragu-ragu dalam menghadapi berbagai-bagai hal dan kejadian, sekalipun ia bersikap tenang. Kami mempunyai garis pemerintahan yang tertentu. Pada dasarnya Pemerintah ingin melihat berkembangnya demokrasi selekas-lekasnya, yang tumbuh dengan segar atas asuhan masyarakat sendiri. Tetapi sebaliknya ia juga bersedia untuk mencegah tindakan-tindakan yang memperkosa demokrasi atau yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Dalam hal ini Pemerintah sudah menyatakan sikapnya. Keterangan kami berhubungan dengan pemogokan di Delanggu cukup jelas bagi umum.
Saudara Ketua!
Sebagai penutup saya ingin mengemukakan beberapa hal tentang Kabinet yang sekarang ini. Seperti diketahui, maksud saya semula waktu membentuk Kabinet Presiden ini ialah bahwa Kabinet ini bersifat sementara dan hendaknya diganti selekas-lekasnya dengan Kabinet Parlementer. Kabinet Presiden gunanya bagi saya untuk meredakan suasana politik, supaya dalam waktu yang singkat dapat dibentuk Kabinet Parlementer yang kuat. Tetapi perjuangan politik yang semakin hebat menyukarkan pembentukan Kabinet Parlementer itu.
Presiden dan saya menyangkutkan harapan pada Hari 20 Mei, Hari Peringatan 40 tahun usia pergerakan nasional kita. Pada hari itu keluar suatu Statement bersama antara berbagai-bagai partai dan golongan dalam masyarakat, sehingga di atas dasar Statement bersama itu akan mungkinlah terbentuk suatu kabinet yang berdasar kepada kerja sama di antara golongan-golongan yang besar, yang meliputi hampir seluruh Badan Pekerja KNP. Telah diusahakan oleh pihak kami supaya partai-partai membentuk suatu Program Nasional yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk membentuk suatu Pemerintah Nasional yang luas dasarnya.
Tetapi sekarang ternyata, bahwa dengan dasar Program Nasional itu belum dapat dibentuk kerja sama antara aliran yang menyetujui Program Nasional itu sebulat-bulatnya. Pertentangan partai begitu tajamnya, sehingga curiga-mencurigai antara satu sama lain berlaku terus.
Peninjauan kami kepada partai-partai untuk mencapai bentuk suatu Kabinet Parlementer yang kuat tidak berhasil. Pun meluaskan dasar kabinet dengan reshuffling Kabinet Presiden tidak tercapai.
Alhasil tidak ada jalan lain melainkan Kabinet Presidentieel sekarang ini berjalan terus, sementara menunggu pemilihan yang akan datang yang akan diselenggarakan dengan secepat-cepatnya. Atas dasar pemilihan itu akan terdapatlah kelak suatu susunan pemerintah yang menjadi cermin kemauan rakyat.
Dalam pada itu Kabinet sekarang—seperti telah saya ucapkan dahulu—sanggup menjalankan Program Nasional dengan sebaiknya. Program Nasional itu sendiri adalah suatu Program in long term. Ada di dalamnya pasal-pasal yang dapat segera dikerjakan dan dapat sudah dalam waktu yang pendek. Ada pula pasal-pasal yang dapat dimulai sekarang tetapi waktu menyelenggarakannya menghendaki berpuluh tahun. Ada pula yang prinsipil harus segera dijalankan tetapi, berhubung dengan tempat dan keadaan, baru di masa datang dapat dimulai.
Luasnya kemungkinan bagi pemerintah untuk menjalankan sebaik-baiknya ditentukan oleh beberapa hal. Pertama oleh keadaan keuangan negara. Kedua oleh kesudian rakyat berbakti. Ketiga oleh sikap pimpinan pergerakan untuk memimpin kebaktian rakyat itu.
Penyelenggaraan Program Nasional menghendaki usaha sungguh-sungguh dan rasa penuh tanggung jawab pada pihak Pemerintah, pergerakan, dan masyarakat. Apabila kesungguhan itu tidak ada, program tinggal program, pelaksanaannya tidak akan tercapai.
Saudara Ketua!
Dengan ini saya habisi pembicaraan saya.
=====================
Jawaban Pemerintah kepada BPKNP, 16 September 1948
Suadara Ketua!
Pemerintah tidak dapat mengeluh tentang kurang perhatian kepada Keterangan Pemerintah pada tanggal 2 September yang lalu Tidak kurang dari pada 30 anggota menumpahkan perhatiannya kepada Keterangan itu. Segala apa yang dibentangkan itu oleh anggota-anggota Badan Pekerja selama empat hari akan diperhatikan sepenuh-penuhnya oleh Pemerintah. Mungkin belum semuanya dari pada yang dibentangkan itu dapat diperhatikan kini dengan semestinya. Ini menghendaki bacaan yang tenang dari pada segala yang telah dikemukakan itu. Diantara kritik dan anjuran yang dikemukakan oleh para anggota Badan Pekerja banyak terdapat anasir-anasir yang membangun, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki jalannya pemerintahan. Dengan dada yang lapang, tetapi tetap kritis, Pemerintah akan mempergunakan bahan-bahan itu untuk meninjau kembali berbagai hal yang kurang atau belum sempurna dalam pemerintahan. Seperti berulang-ulang kami katakan, Pemerintah bersedia menerima anjuran dari pihak manapun juga, apabila yang dianjurkan itu, setelah ditimbang, ternyata lebih baik dari pada rencana Pemerintah sendiri.
Bahwa banyak yang kurang dalam usaha Pemerintah, kami akui. Dan bahwa tiap-tiap orang yang bekerja—begitu juga Pemerintah—berbuat salah, itu sudah lazim. Jang tidak berbuat salah hanya orang yang tidak bekerja. Keterangan Pemerintah pada tanggal 2 September yang lalu bukanlah suatu pleidooi seperti yang dikatakan oleh anggota-anggota Krissoebanoe dan Njoto, melainkan menerangkan dengan terus terang kesulitan apa yang dihadapi oleh Pemerintah dalam menjalankan Programnya. Bahwa Pemerintah mempunyai pendirian sendiri, dan mempertahankan sikap itu, itu nyata. Dan pandangan Pemerintah itu hanya dapat dialahkan—dan karena itu bisa dirobah—dengan argument yang lebih kuat yang berdasar kepada kenyataan. Pemerintah ingin dikoreksi dalam perbuatannya yang kurang sempurna, tetapi koreksi itu hendaklah menunjukkan bahan-bahan yang dapat dipergunakan berhubung dengan tempat dan waktu beserta keadaan. Tujuan Pemerintah mencapai kebaikan, dan tiap-tiap anjuran yang dapat menyempurnakan jalan untuk mencapai perbaikan itu, pasti akan disambut dengan tangan terbuka.
Jawaban Pemerintah hari ini hanya mengenai anjuran-anjuran dan kritik-kritik yang ditujukan kepada Pemerintah. Perdebatan yang hebat antara partai-partai atau golongan, yang meliputi sebagian teresar dari pada perdebatan dalam sidang ini, kami liwati saja.
Sebelum menjawab berbagai soal yang mengenai khusus cabang-cabang usaha Pemerintah, perlu kami mulai dengan menegaskan pendirian Pemerintah tentang politik yang menjadi pedoman bagi usahanya, yang pula menjadi pusat pembicaraan dalam sidang ini.
Seperti dapat dibaca dalam Keterangan Pemerintah tanggal 2 September yang lalu, dasar politik Pemerintah dapat dibulatkan sebagai berikut:
[i] Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia Merdeka seluruhnya. [/i]Disekililing Keterangan ini terdapat perdebatan yang hangat, lahir keterangan pro dan kontra yang panjang lebar. Semuanya itu kami baca dengan teliti dan kami perhatikan dengan minat sepenuh-penuhnya, tetapi segala kritik itu tak dapat mejakinkan kami kepada pendirian yang bertentangan dengan itu, yaitu aliran yang diberi nama sdr. Tejasukmana “Sovyet-doctrine,” yang dengan tegas dibela oleh sdr2 Luat Siregar, Njoto, Coegito dan Tan Ling Jie.
Suadara Ketua!
Memang benar apa yang dikatakan oleh sdr. Tan Ling Jie, bahwa Indonesia yang berjuang menentang imperialisme dengan sendirinya berdiri pada pihak anti-imperialis. Benar juga bahwa Sovyet Russia membela kemerdekaan negeri-negeri yang terjajah, berdasarkan kepada ideologinya sendiri. Tetapi semuanya itu tidak berarti bahwa Republik Indonesia yang menghadapi masalahnya sendiri, harus menurut langkah perjuangan Sovyet Russia saja, yang dalam sejarahnya menunjukkan garis zigzag, gigi gergaji, sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. Sejak berdirinya Sovyet Russia telah tujuh kali ia mengubah haluan, berganti-ganti sekali kekiri, sekali kekanan. Perhatikanlah! Pertama kali berhaluan kekiri, yaitu dari tahun ’18 sampai tahun ’21, tatkala Sovyet Russia menyatakan sikap yang sering disebut “War Communism.” Kedua, haluan kekanan yang terkenal sebagai masa NEP dari tahun ’21 sampai tahun ’28 dimana perusahaan-perusahaan partikelir dibiarkan hidup kembali. Ketiga, haluan kekiri lagi dari tahun ’28 sampai tahun ’36, dengan coraknya plan 5 tahun dan kolektivikasi dalam pertanian. Ke-empat, haluan kembali kekanan dari tahun ’36 sampai tahun ’39, yaitu dengan mengadakan volksfront bersama-sama dengan negara-negara kapitalis untuk menentang Hitler. Kelima, haluan kiri lagi dari tahun ’39 sampai tahun ’41, untuk mengadakan persediaan terhadap serangan Jerman yang akan datang. Diadakan perjanjian non-agresi dengan Hitler dengan melepaskan persekutuan dengan negara-negara Eropa Barat. Keenam, kekanan lagi dari tahun ’43 sampai tahun ’45, dengan mengadakan persekutuan dengan negara-negara Serikat, sebagaimana yang dibulatkan pada perjanyjian Teheran, dengan melikwideer seluruh gerakan komunis di luar Sovyet Russia. Ketujuh, dari tahun ’45 Sovyet Russia menunjukkan haluannya kekiri lagi.
Kalau diperhatikan benar-benar, politik zigzag itu tidaklah terjadi dengan begitu saja karena pergantian orang-orang yang melakukan rol pada masing-masing masa itu, melainkan dilakukan dengan perhitungan berdasarkan kepada keadaan dan kenyataan yang dihadapi oleh Sovyet Russia, yang mempergunakan semuanya itu untuk memperkuat atau memperbaiki kedudukannya dalam lingkungan dunia internasional. Dalam politik gigi gergaji itu terletak keulangan dan kekuatan politik Sovyet Russia. Politik yang berdasar kepada maxim (dasar) dari pada Marx sendiri, “menyesuaikan taktik pada keadaan.” Suatu opportunisme yang diperhitungkan. Haluan politik Russia didasarkan kepada kenyataan dan keadaan yang dihadapi oleh Sovyet Russia sendiri, dengan berpedoman kepada kepentingan Sovyet Russia dari waktu ke waktu.
Saudara Ketua!
Oleh karena itu maka politik Republik Indonesia harus pula ditentukan oleh kepentingan kita sendiri dan dijalankan menurut keadaan dan kenyataan yang kita hadapi. Garis politik yang kita jalankan ditentukan oleh dua hal, yaitu:
1. Tujuan kita;
2. Kedudukan kita di tengah-tengah dunia internasional, yang masih dilingkungi oleh negara-negara kapitalis dan masih digencet oleh kapitalisme internasional.
Garis politik kita tidak dapat ditentukan oleh haluan politik negeri lain yang berdasarkan kepentingan negeri itu, sekalipun kita sama-sama berdiri pada pihak anti-imperialis.
Apakah tujuan kita? Mencapai kemerdekaan Republik Indonesia saja sebagai adanya sekarang ataukah mencapai kemerdekaan Indonesia seluruhnya? Pilihan dalam hal ini menentukan sekaligus sikap kita dan politik kita dalam berhadapan dengan Belanda. Kalau tujuan kita hanya semata-mata untuk mencapai kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana adanya sekarang, tentu segala siasat ke luar dan ke dalam ditujukan untuk menyelenggarakannya. Kita tak pusing dengan daerah Indonesia lainnya, dan segala politik ke luar ditujukan untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia terhadap Belanda, sedapat-dapatnya dengan memperoleh pengakuan de jure dari negeri lain sebanyak-banyaknya. Dalam pada itu kita menyiapkan diri ke dalam untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan datang dari pihak Belanda. Tetapi kalau tujuan kita ialah mencapai kemerdekaan Indonesia seluruhnya, maka segala siasat ke dalam dan ke luar disusun untuk melaksanakan kemerdekaan Indonesia itu. Republik Indonesia harus berjuang sebagai pelopor untuk Indonesia merdeka. Seperti diketahui sebagian terbesar dari pada rakyat kita masih menuju kepada Indonesia Merdeka seluruhnya dan memandang Republik Indonesia sebagai modal untuk mencapai cita-cita itu. Dalam hal ini kita perlu berunding dengan Belanda, oleh karena daerah Indonesia di luar Republik masih dikuasai oleh Belanda. Bahwa perundingan dihentikan sementara waktu karena pelanggaran dari pihak Belanda, itu tidak mengubah keadaan bahwa untuk mencapai kemerdekaan seluruh Indonesia selekas-lekasnya, kita terpaksa berunding.
Kedudukan kita dalam dunia internasional ikut menentukan politik yang mesti kita jalankan untuk membela kepentingan negara kita. Sebagai penduduk pulau-pulau pada persimpangan jalan dan perhubungan internasional, yang masih dilingkungi oleh negara-negara kapitalis besar, kita tak mudah dengan begitu saya, dengan semboyan belaka, melepaskan diri dari kungkungan kapitalisme internasional. Letak dan kedudukan kita berlainan dengan Sovyet Russia ditahun 1917. Sovyet Russia membujur ditepi alam yang sukar diserang, mempunyai industri yang lengkap serta alat-alat perusahaan besar, mempunyai pabrik-pabrik senyata yang masih terus bekerja. Indonesia berada dalam keadaan yang lain, industri berat belum ada. Industri yang ada, sebagian ditangah Belanda pula. Dengan semangat dan alat yang ada pada kita, kita sanggup berjuang bertahun-tahun dan mati-matian dengan Belanda, jika perlu dengan melakukan politik bumi hangus habis-habisan dan segala rupa. Akhirnya Belanda akan terpaksa juga mundur dari sini, dan kita tinggal dengan segala rusak dan hancur, sehingga tak mudah membangun kembali perekonomian kita dengan cepat. Keadaan kita semacam itu akan dipergunakan oleh kapitalisme yang lebih bear untuk menyerbu ke Indonesia, mempergunakan kesukaran hidup rakyat kita sebagai suatu kesempatan untuk menindas dan memeras. Pembawaan dan letak tanah air kita ditngah-tengah perhubungan internasional menentukan sebagian besar politik yang harus kita jalankan, dan karena itu Republik Indonesia tidak dapat mengikuti saja langkahnya Sovyet Russia yang didajalankan atas dasar kepentingan Sovyet Russia sendiri berhubung dengan tempat dan waktu. Bukan ikut serta dalam perjuangan Russia dan Amerika, yang harus kita lakukan, tetapi mengambil keuntungan dari pada pertentangan itu untuk keselamatan Indonesia.
Saudara Ketua!
Apa yang diuraikan oleh sdr. Luat Siregar tentang kapitalisme dan imperialisme, itu benar sama sekali. Itu bukanlah baru, malahan telah menjadi pengajian politik rakyat kita sejak 30 tahun yang akhir ini. Kita tahu, bahwa memang sukar melepaskan diri sekaligus dari kungkungan kapitalisme internasional, oleh karena kapitalisme internasional itu tidak bisa dilawan dengan semboyan atau dengan memihak Sovyet Russia. Bahwa dengan tercapainya Indonesia Merdeka yang meliputi seluruh tanah tumpah darah kita, kita akan terlepas sekaligus dari pada pengaruh dan kungkungan kapitalisme, tidak seorang dari pada kita yang bisa percaya, ini hanya bisa diimpikan. Juga saudara-saudara anggota badan Pekerja yang dari pihak FDR menyatakan pendapat ini dahulu, atas dasar perhitungan sendiri. Keyakinan itu tergambar dalam Mnifes Politik 1 November 1945 yang dikerjakan dalam Badan Pekerja, tegambar pula dalam pembelaan-pembelaan pihak saudara-saudara ini atas persetujuan Linggajati. Istimewa yang mengenai pasal 14. Kita ingin terlepas sekaligus atau selekas-lekasnya dari pada kungkungan atau desakan kapitalisme internasional, tetapi keinginan belumlah suatu realiteit. Kita harus berjuang untuk lepas dari kungkungan itu, dan istimewa kalau kita telah merdeka.
Soalnya ialah cara bagaimana kita menyusun organisasi kita, sebagai Serikat Sekerja, koperasi produksi, koperasi kredit, dan koperasi konsumsi, untuk menghadapi kapitalisme yang rapih organisasinya itu. Cara bagaimana kita harus mempergunakan kemerdekaan kita untuk menyusun organisasi yang kokoh yang dapat berimbangan dengan organisasi-organisasi internasional. Organisasi hanya bisa ditentang dengan organisasi pula.
Saudara Ketua!
Daripada perdebatan dalam sidang ini saya mendengar suara-suara yang menyatakan perasaan takut kalau-kalau kita dikuasai kembali oleh kapitalisme kolonial, kalau meneirma usul-usul yang memberi tempat di Indonesia kepada kapital asing.
Saudara Ketua!
Tak ada yang lebih berbahaya dari pada perasaan takut. Kita harus menghadapi masa datang dengan rasa penuh percaya kepada diri sendiri, menerima keadaan sebagaimana adanya dan di atas dasar itu membangun organisasi dan ekonomi kita. Kapital internasional dapat kita pergunakan dan mesti kita pergunakan untuk membangun ekonomi kita, karena dengan tak adanya kapital kita tak bisa membangun. Manakala kita dapat mengadakan plan-ekonomi yang teratur, yang menyusun sebaik-baiknya cara pembangunan industri dan cabang produksi lainnya dikemudian hari, kita dapat pula memperhitungkan hingga mana kita dapat mempergunakan kapital internasional dengan tidak berakibat menindas ekonomi kita sendiri dan memberati beban rakyat kita.
Saudara Ketua!
Bukankah kita telah mulai mendasarkan perhubungan ekonomi kita ke luar kepada barter sistem? System ini bisa diperhalus dan diperbaiki. Alat-alat industri dan pembangunan yang kita datangkan dari luar negeri, dapat kita bayar sekaligus dengan hasil hutan dan tanah kita yang jumlahnya dan harganya tidak sedikit. Seperti diketahui, dibawah Pemerintah yang dahulu telah diadakan Fox contract yang berdasarkan kepada barter sistem itu yang disetujui oleh Badan Pekerja dengan suara bulat.
Kontrak semacam itu akan diluaskan kepada negeri-negeri lain. Dengan kontrak semacam itu tidak berarti bahwa kita menyual negeri kita kepada kapitalis asing, malahan kita mempergunakan kapital asing untuk membangun ekonomi kita. Bahwa fox contrant itu menghadapi kesulitan dalam menyelenggarakannya, sepeti ditanyakan oleh suadara Abidin, mudah diduga, karena Belanda berusaha menghalang-halanginya dengan segala alat dan pengaruh yang ada padanya.
Saudara Ketua!
Berhubung dengan letak tanah air kita di tengah-tengah perhubungan internasional itu, yang masa sekarang masih dilingkungi oleh negara-negara besar kapitalis, adalah suatu politik yang bijaksana bahwa kita tidak memperbesar lingkungan musuh kita. Kita harus berusaha supaya negara-negara besar itu jangan membantu Belanda yang diperlakukannya untuk menindas kita. Kemustian politik ini dengan sendirinya menunjukkan jalan pada kita untuk mengambil kedudukan sendiri dengan tiada memusuhi suatu golongan besar apapun juga. Itu politik “third weakness” katanya saudara Njoto. Tapi dalam keadaan sekarang itu lebih dari pada “politik bunuh diri.” Dan kita tidak akan lemah apabila kita pandai mempergunakan kedudukan kita yang di tengah itu dengan bijaksana, dengan politik yang tegas ditujukan kepada mencapai kemerderkaan Indonesia lebih dahulu, dan tak mau terseret ke dalam perjuangan kedua raksasa besar, Amerika dan Russia.
Saudara Ketua!
Dalam keterangan Pemerintah tanggal 2 September 1948 saya kemukakan perbedaan antara dua aliran politik yang berlainan, yaitu pendirian komunis yang didasarkan kepada politik Sovyet Russia dan nasionalisme Indonesia, yang mengutamakan mencapai kemerdekaan Inodonesia lebih dahulu. Dari dua orang anggauta, yaitu saudara Luat Siregar dan saudara Njoto, datang bantahan dengan mengatakan komunis selalu patriotis, dan keduanya menyangkal bahwa komunis jika perlu akan mengorbanakan tanah airnya.
Saudara ketua!
Saya tak pernah mengatakan bahwa seorang komunis tidak patriot, malahan dengan bukti-bukti yang nyata dapat saya tegaskan bahwa diberbagai-bagai negeri kaum komunis berjuang sebagai patriot untuk mencapai kemerdekaan tanah airnya. Juga perjuangan rakyat Russia menentang agressi Jerman menunjukkan ketebalan perasaan patriotisme itu. Juga seorang komunis mempunyai tanah air di luar Sovyet Russia. Cuma dalam melaksanakan cita-cita kemerdekaan bangsanya itu dia harus menyesuaikan tindakannya dengan politik yang dijalankan oleh Sovyet Russia. Bagi seorang komunis, Sovyet Russia harus primair, tanah airnya di luar Sovyet Russia harus secundair, oleh karena seperti saya katakan tempo hari, Sovyet Russia baginya adalah modal untuk mencapai kemerdekaan tanah airnya. Modal itu harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, dengan korban apapun juga. Kalau perlu untuk memperkuat kedudukan Sovyet Russia, perjuangan kemerdekaan tanah air sendiri dikurangkan intensitetnya atau dihentikan sementara waktu, sebagaimana terbukti di masa yang lampau. Seseorang belrumlah sempurna komunismenya, belumlah menjadi komunis yang tulen, apabila ia masih ragu-ragu bahwa dia di atas segala-galanya harus tunduk kepada pimpinan Moskow. Ini adalah suatu keyakinan komunis dan tidak daapt dibantah lagi. Jika sekiranya untuk memperkuat kedudukan Sovyet Russia perlu mengadakan khaos dimana-mana, juga dalam tanah air sendiri, supaya negeri-negeri imperialis dan kapitalis terpecah perhatiannya kemana-mana dan karena itu tak bulat menghadapi Sovyet Russia saja, seorang komunis wajib berbuat begitu dengan tidak membantah. Inilah disiplin waja kaum komunis, yang menjadi dasar kekuatan keyakinannya untuk mencapai kemenangan akhir. Jadinya bagi seorang komunis, apabila ada perbedaan kepentingan antara tanah airnya sendiri dan Sovyet Russia, kepentingan Sovyet Russialah yang harus diberatkannya. Inilah sdr Ketua, yang saya maksud dengan keterangan kami tempo hari. Bukan sekali-kali untuk meniadakan rasa patriotisme dalam jiwa seorang komunis.
Keterangan ini tidak pula berarti, bahwa tak mungkin diadakan kerja sama antara aliran komunis dan aliran nasionalis. Kalau fase yang ditempuh oleh Sovyet Russia seusai dengan politik nasional yang mendahulukan kemerdekaan—seperti dengan keadaan pada masa persetujuan Linggajati—maka gerakan komunis memberi bantuan yang besar sekali kepada pergerakan kebangsaan yang didasarkan kepada perhitungan realiteit.
Saudara Ketua!
Sebenarnya di atas dasar Program Nasional dapat diadakan kerja sama antara segala aliran politik, dapat dibentuk kabinet parlementer yang bisa disebut kabinet Front Nasional, tetapi pertentangan partai yang begitu hebat dengan curiga-mencurigai, memberi kesan bahwa persetujuan tentang Program Nasional itu hanya di atas kertas saja, belum sampai kehati. Dalam pada itu ada pula terdapat berbagai anjuran yang tidak cocok dengan isi Program Nasional itu.
Saudara Ketua!
Sampai pada beberapa waktu yang akhir ini adalah komunis opinie di Indonesia ini, bahwa revolusi kita masih berada dalam fase nasional, dan oleh karena itu tidak pada tempatnya didorongkan revolusi sosial. Keterangan Pemerintah pada tanggal 2 September yang lalu yang mengemukakan pula hal ini mendapat bantahan dari suatu pihak—di luar Badan Pekerja—dengan mengemukakan, bahwa ujud revolusi nasional kita dengan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 ialah mencapai kemerdekaan, yang berarti juga merdeka dari segala ikatan kolonial dan feodal. Bahwa revolusi nasional kita dengan sendirinya membawa perubahan-perubahan sosial yang besar, itu tak ada orang yang menyangkalnya. Dengan sendirinya, berdasarkan Undang-Undang Dasar kita, kita menjalankan perubahan sosial berangsur-angsur yang menuju kepada penyelenggaraan cita-cita Undang-Undang Dasar kita itu. Kalau ini disebut revolusi sosial, baiklah. Tapi yang dimaksud dalam keterangan Pemerintah itu ialah bahwa titik berat dari pada revolusi nasional kita ialah menyelenggarakan lebih dahulu cita-cita politik nasional, dengan menyingkirkan sementara waktu tindakan-tindakan sosial yang bisa memecah kebulatan perjuangan nasional kita. Perobahan-perubahan sosial dijalankan di atas dasar bermusyawarat di dalam Parlemen kita yang hasilnya berupa Undang-Undang Negara. Ini berlainan sekali dengan tindakan-tindakan yang mau mengubah dengan begitu saja segala hal yang tidak disukai, dengan tidak mementingkan hukum negara dan peraturan negara, berlianan dari pada tindakan yang mau merombak segala-galanya secara revolusi sosial. Perobahan yang dianjurkan dengan jalan yang kemudian ini pasti menimbulkan reaksi dalam masyarakat, dan menimbulkan perpecahan. Reovolusi nasional jadi retak.
Saudara Ketua!
Agak sukar rasanya bagi saya berdebat dengan suadara-saudara dari P.K.I. yang sekarang menentang politik yang dahulu dikerjakannya, menentang politik perundingan dengan Belanda, menentang persetujuan Renville dan usul kompromis USA-Australia yang berdasarkan persetujuan Renville itu. Argumen yang dipergunakan saudara-saudara ini untuk menentangja sama saya tangkasnya dengan argumen yang dahulu dipergunakan untuk mempertahankan Linggajati dan Renville.
Dengan tiada membanding benar atau tidaknya, perlu saya kemukakan di sini suatu perasaan umum. Kalau toh akhirnya Linggajati dan Renville akan disalahkan, alangkah baiknya jika sekiranya Sayap Kiri dahulu menolak Linggajati atas dasar anjuran Pemerintah sendiri: kalau menerima sama-sama menerima, dan kalau menolak sama-sama menolak, supaya apapun juga terjadi kita tetap mengadakan suatu front terhadap Belanda.
Dengan penerimaan Sayap kiri dan penolakan Benteng Republik maka pecahlah front yang hendak disatukan. Sekarang FDR kelanjutan Sayap Kiri dan yang telah masuk ke dalam P.K.I., mengakui salah dan mengadakan zelfkoreksi.
Tetapi jangan lupa, politik yang dijalankan selama ini membawa konsekwensinya dan tak dapat ditiadakan dengan parool “kami telah bersalah.” Dapatkah dengan itu kembali sendirinya tentara kantong kita ketempatnya yang lama?
Saudara Ketua!
Dengan alasan formeel-juridis saudara Tan Ling Jie mengatakan, bahwa persetujuan Renville belum lagi dimajukan kepada Badan Pekerja untuk disahkan. Sebab itu persetujuan Renville belum lagi disetujui oleh Negara.
Saudara Tan Ling Jie yang senantiasa mengemukakan orang lain salah berpikir, dalam hal ini memberikan contoh yang sejelas-jelasnya bagaimana ia salah berpikir. Menurut Undang-Undang Dasar pasal 11, yang harus disahkan oleh Badan Perwakilan Rakyat untuk berlakunya ialah perjanjian. Dan persetujuan Renville, seperti diketahui, bukanlah suatu perjanjian. Jang disebut persetujuan Renville sebenarnya adalah dua macam dokumen. Jang satu ialah persetujuan tentang perletakan senyata, suatu truce agreement. Jang kedua ialah dasar-dasar pokok untuk mencapai persetujuan politik.
Persetujuan itu diterima oleh Pemerintah kita dan secara diam-diam diterima oleh Badan Pekerja. Tatkala kami menguraikan program 4 pasal kami sebagai program Kabinet sekarang, yang pasal pertama menyebut penyelenggaraan persetujuan Renville, maka Kabinet dengan programnya mendapat kepercayaan dari Badan Pekerja dengan suara yang terbanyak sekali.
Dalam pada itu perlu juga dikemukakan di sini, bahwa bukanlah suatu kebiasaan yang satu persetujuan perletakan senyata disahkan oleh Parlemen. Persetujuan itu adalah satu permulaan untuk menyelesaikan persengketaan, memindahkan pengusutannya dari jalan perang kedajalan damai. Hanya perjanjian yang timbul nanti antara kedua pihak sebagai kelanjutan dari pada persetujuan perletakan senyata itu, itulah yang akan dibawa ke Parlemen.
Golongan yang menghendaki pembatalan persecuan Renville harus insyaf, bahwa pembatalan itu berarti membatalkan pula gencatan senyata dan berarti bersedia mengeruskan perang. Apakah benar-benar golongan ini hendak mencapai penyelesaian persengketaan Indonesia-Belanda dengan jalan berperang?
Saudara Ketua!
Banyak sekali saya dengar kritik atas usul kompromis Critkhley-Du Bois yang memberi gambaran seolah-olah kita dengan menerima usul kompromis itu sebagai dasar untuk melanjutkan perundingan akan mengembalikan Indonesia ke penyajahan kolonial. Kami tidak jakin dengan uraian semacam itu, dan tentang kedudukan Indonesia dalam menghadapi kapitalisme internasional di masa datang telah saya uraikan tadi. Dalam pada itu perlu saya tegaskan sekali lagi di sini, bahwa usul kompromis itu bagi kita tidak lain melainkan suatu dasar—saya ulangi suatu dasar—untuk meneruskan perundingan. Ini bukan berarti bahwa usul itu mesti diterima bulat-bulat sebagaimana adnaja, dan tidak pula berarti bahwa ia bisa diterima sebagian-sebagian. Dalam usul ini bagian politik, militer dan ekonomi bersangkut-paut, dan tidak bisa dipandang atau diterima sebagian-sebagian. Saya tegaskan lagi: penerimaan kita tentang usul kompromis itu hanyalah sebagai dasar untuk melanjutkan perundingan. Tidak lebih dari itu.
Saudara Ketua!
Sekarang saya akan menjawab kritik anggota-anggota Badan Pekerja yang mengenai bagian-bagian dari pada usaha Pemerintah. Saya mulai dengan soal rasionalisasi, istimewa yang mengenai rasionalisasi tentara. Terutama sdr. Coegito yang melahirkan kritik dengan panjang lebar tentang hal ini. Bahwa banyak kesalahan yang diperbuat dalam menjalankan rasionalisasi dan rekonstruksi itu, tidak akan kami bantah. Tetapi bahwa dasarnya salah, itu tak dapat kami benarkan. Seperti telah kami uraikan, ujud rasionalisasi ialah mencapai suatu angkatan perang yang efektif yang dapat dibelanjai oleh negara. Bahwa rasionaliisasi itu akibatnya menghilangkan pertahanan rakyat, itu tidak benar. Juga tak benar tuduhan-tuduhan sdr. Coegito yang mengatakan bahwa pertahanan rakyat kita akan disusun semata-mata secara militer-tekhnis saja dan rakyat akan dijadikan jongos tentara seperti di Derman dan Jepang. Uraian semacam itu hanya hasutan dan demagogi belaka. Seperti telah beberapa kali kami terangkan, juga dalam berbagai pertemuan dengan seksi pertahanan dari pada Badan Pekerja yang sdr. Coegito juga sering hadir, titik berat pertahanan kita tidak terletak kepada perjuangan tentara, akan tetapi pada perjuangan rakyat seluruhnya. Bahwa tenaga tentara harus dilengkapkan dengan organisasi people’s defence, telah berkali-kali kami uraikan. Hanya tentang organisasi people’s defence itu pendapat sdr. Coegito berlainan sekali dengan kami. Dalam pikiran sdr. Coegito people’s defence itu merupai suatu persatuan organisasi kelaskaran seperti T.N.I. Masyarakat dahulu yang dibelanjai oleh Pemerintah. Titik beratnyapun terletak pada belanja dari pada Pemerintah. Menurut pendapat Pemerintah people’s defence itu mestilah betul-betul pertahanan dari rakyat seluruhnya, sehingga pada tiap-tiap desa ada pusatnya. People’s defence ini tidak dibelanjai oleh negara, melainkan dipikul oleh masyarakat seluruhnya. Rakyat yang ikut dalam people’s defence itu dapat mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Hanya pada waktu-waktu yang ditentukan ia dilatih dengan mengadakan percobaan-percobaan melakukan pertahanan. Antara susunan people’s defence dengan kesatuan-kesatuan tentara ada hubungannya, sehingga senantiasa ada koordinasi dalam pertahanan rakyat. Memang usaha menydusun people’s defence itu dengan mengadakan koordinasinya dengan kesatuan-kesatuan tentara belum lagi sempurna. Tetapi kami jakin, bahwa pertahanan rakyat semacam inilah yang paling efektif dan tidak memakan ongkos yang sebanyak-banyaknya. Sdr. Coegita mengatakan, bahwa sudah sepatutnya Pemerintah memikul biaja dari pada perjuangan rakyat. Tetapi pendirian itulah yang tidak mengenal realitet, oleh karena kita tahu bahwa keuangan negara tidak sanggup memikul biaja yang sebanyak itu. Pertahanan rakyat yang sungguh-sungguh merupakan organisasi dari pada rakyat harus dibiajai oleh rakyat sendiri. Kami jakin bahwa hal tersebut dapat terlaksana, asal saja dari pihak Pemerintah maupun dari pihak rakyat sendiri segala sesuatu diusahakan dengan sekuat-kuat tenaga dan dengan hati yang tulis dan ikhlas.
Tentang jumlahnya angkatan perang kita, sdr. Coegito tidak perlu khawatir bahwa tentara kita pada masa kini sudah akan dikurangi sampai jumlah 60.000 orang. Tentara kita tidak akan kurang dari jumlah tentara Belanda yang ada di sini.
Salah satu hasil yang tercapai dengan rasionalisasi dan rekonstruksi ialah, bahwa banyak angka-angka yang fiktif, terutama dari pada angkatan perang di luar tentara, yang dapat dihilangkan. Menghilangkan angka-angka yang fiktif ini pastilah bukan kerugian bagi negara dan bukan pula kerugian bagi pertahanan rakyat.
Saudara ketua!
Sebagian besar dari kesulitan menjalankan rekonstruksi dan rasionalisasi Angkatan perang disebabkan oleh pengertian-pengertian yang salah, malahan oleh karena provokasi dari pihak yang menentang, yang tujuannya menggagalkan usaha-usaha Pemerintah dalam hal ini. Maka karena itu timbullah kabar-kabar yang ternyata sistematis disiarkan bahwa:
a. Rasionalisasi-rekonsturksi adalah penghematan. Pada hal begroting Angkatan Perang tiada dikurangi sejak bermula, malah naik.
b. Rasionaliisasi-rekonstruksi mengabaikan semangata revolusi, mengabaikan jasa-jasa dan mementingkan pendidikan akademis. Padahal rasionalisasi-rekonstruksi berusaha menempatkan pimpinan yang tepat, pimpinan-pimpinan yang ahli dan berpengalaman perang dan juga yang mempunyai “gezag.”
c. Rasionalisasi-rekonstruksi mengurangi nilai pertahanan, sedangkan dengan rasionalisasi-rekonstruksi kini diusahakan mengatur cara pertahanan yang lebih efektif dan efficient dengan mempergunakan pengalaman selama perang kolonial.
d. Rasionalisasi-rekonstruksi mempersiapkan T.N.I untuk diserahkan kepada Federaal Leger a la Belanda. Padahal rasionalisasi-rekonstruksi mengusahakan mempertinggi potensi Angkatan perang, supaya lebih kuat untuk menghadapi segala kemungkinan.
Dalam fase perubahan tentu timbul beberapa kegontjangan dan ada golongan-golongan yang jadi korban, yang bisa menjadi sasaran dari luar yang bermaksud menggagalkan Pemerintah. Ditambah lagi keadaan ekonomi dan sosial yang semangkin sulit sesudah Renville berhubung dengan blokade, tambahan kemiskinan, pengungsian, d.l.l.
Saudara Ketua!
Rasionalisasi-rekonstruksi adalah didasarkan atas penyempurnaan Angkatan Perang atas usaha membuat efficient dan efektif Angkatan Perang. Tiap orang meskipun bukan militer bisa mengerti, bahwa tentara rakyat kita mesti mencari kekuatannya dalam cara2 gerilja dan bumi hangus. Akan tetapi ini mesti difahamkan lebih dalam. Siasat kita mesti menghindarkan kekuatan lawan dan kelemahan kita dan sebaliknya mesti mencari dan mempergunakan (uitbuiten) kelemahan lawan dan kekuatan kita. Kekuatan lawan terletak pada tekhniskhe uitrusting dan organisasi yang serba lengkap, dan modern. Karena itu kita menghindarkan pertempuran-pertempuran terbuka dimana ia bisa menumpahkan sepenuhnya angkatan udaranya, tanknya, meriamnya, motorisasinya dsb. Sebaliknya kita mesti menghentikan sifat pertahanan kita dulu yang statis dan mesti membuat tiap pelosok tanah air jadi medan pertempuran gerilja yang tidak habis-habisnya, dengan offensiviteit secara gerilja. Untuk semuanya ini perlu penglaksanaan persiapan yang banyak, perlu pembagian tugas yang tepat, dan spesialisasi pada tugas itu. Tiada cukup dengan pidato-pidato yang berapi-api, tetapi perlu organisasi dan persiapan-persiapan yang reeel. Inilah dasarnya sekarang mengadakan organisasi teritorial untuk pertahanan-pertahanan secara Wehrkreise, dimana tentara dan rakyat menurut pembagian tugas yang efektif mengadakan persatuan perjuangan rakyat dengan ujud mengadakan total people attack disetiap pelosok. Untuk mengefektifkan gerak cepat, organisasi kesatuan-kesatuan bergerak dengan taktif gerilja.
Dengan demikian timbullah suasana yang lawan tak sempat mempergunakan kekuatannya, melainkan dimana-mana ia terpecah menjadi bewakings-detakhement secara Polisi disetiap daerah. Rasionalisasi-rekonstruksi membawa efficiency dan effektivitet dalam organisasi dan dalam cara-cara bertindak, berdasarkan kepentingan pertahanan. Tentang hal ini akan diberi contoh-contoh yang gampang dimengerti, supaya jelas bahwa rasionalisasi dan rekonstruksi menyempurnakan Angkatan Perang dan sistem pertahanan.
Saudara Ketua!
Dulu pimpinan pusat Angkatan Perang terdiri dari pada pelbagai badan yang tidak tegas pembagian tugas kewajibannya dan sering bertentangan. Ada panglima Besar dengan M.B.T., ada dewan militer, pucuk pimpinan A.L.R.I., Markas Besar ALRI, MT. A.U.R.I., Staf Gabungan T.N.I., Dewan Kelaskaran Pusat dan Seberang, M.B.P.T., M.B.P.T.L. dsb. Kini hanya ada pimpinan departemental, jakni Staf Angkatan Perang dengan bagian Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, Polisi Militer dan ada Staf Tata-Usaha. Dan disampingnya pimpinan taktis, jakni Markas Besar Angkatan Perang.
Dulu ada Divisi-divisi T.R.I. dengan Brigade-brigade T.N.I., Tentara Laut dan barisan-barisan aneka warna, T.N.I Masyarakat, dll., yang praktis terlepas yang satu dari yang lain. Kini hanya ada satu Angkatan Darat, yang berorganisasi uniform. Buat A.U.R.I dan A.L.R.I hanya sebagai training units. Angkatan Darat berhubung dengan tugasnya terdiri atas organisasi territorial dan pasukan-pasukan bergerak.
Dulu Divisi-divisi T.R.I terpaksa menjalankan pertahanan yang statis menurut daerah-daerah, yang bersifat territorial. Kini diadakan pembagian tugas territorial dan bergerak dengan efektif.
Dulu untuk Kepolisian Militer ada P.T., P.T.L dan pengawas T.N.I. Kini hanya ada C.P.M.
Dulu banyak badan penyelidik dari Kementerian, Markas Besar, daerah-daerah dan badan-badan. Kini hanya satu badan intelligence yang tugasnya ternyata dengan adanya koordinasi.
Dulu bataljon T.R.I. sangat berbeda-beda dalam hal organisasi, formasi, kekuatan dan persenyataan. Kini sedang dilaksanakan bataljon-bataljon yang uniform.
Dulu banyak jendral dan laksamana yang tiada reeel. Kini cuma dua jendral. Dulu banyak pangkat, jabatan dan susunan yang tidak reeel, tidak efektif untuk pertahanan; kini cuma tinggal instansi-instansi yang memang reeel untuk pertahanan.
Masih banyak contoh-contoh yang dapat diberikan, betapa perlunya Angkatan Perang dan pertahanan dirasionalisir dan dibangunkan kembali (direkonstruksi). Keadaan ekonomi sebagai akibat dari menjadi kecilnya daerah yang dikuasai oleh Republik, akibat blokade dan pengungsian, sangat menyukarkan Pemerintah. Dalam hal pakaian, obat-obat dan alat transport tak mungkin dapat dicukupi dengan barang dari dalam Negeri.
Bukan saja dari sudut umum perlu ada rasionalisasi, tetapi juga dari sudut Tentara sendiri harus dilaksanakan rekonstruksi-rasionalisasi. Bukan saja untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul sesudah Renville, melainkan juga dan lebih penting lagi untuk mencapai effektivitet dan efficiency dari Angkatan Perang dan pertahanan. Dan kini sudah tiba saatnya untuk melangkah selangkah lagi, mengadakan perubahan-perubahan praktis dan tegas dengan memperbaiki cara-cara memimpin dan organisasi. Sungguh perlu bantuan masyarakat dalam segala usaha ini dengan pengertian dan keinsyafan, bahwa demikianlah cara menempurnakan Angkatan Perang. Sungguh perlu dihindarkan usaha-usaha yang menimbulkan provokasi, agitasi-agitasi terhadap dan ke dalam Angkatan Perang yang akibatnya hanya menguntungkan lawan dan musuh.
Saudara Ketua!
Beberapa patah kata lagi tentang kritik sdr. Coegito, yang mencela bahwa tentara hijrah diberi tugas menyaga kebon dan pabrik. Menurut pandangan yang sehat, dimana ada perampokan dan penggedoran atas barang-barang hasil kebon dan pabrik, tidak ada salahnya kalau tentara hijrah itu dipergunakan untuk menyaga kebon dan pabrik. Bukanklah itni menyaga harta-harta negara dan mengurangkan kerugian bagi Pemerintah?
Saudara Ketua!
Sepatah kata tentang usaha Kementerian Pembangunan dan pemuda. Kritik sdr Krisoebanoe tentang usaha Kementerian ini menyatakan, bahwa kurang sekali perhubungan suadara ini dengan seksi pembangunan dalam Badan Pekerja sendiri, yang telah berulang-ulang merundingkan soal2 yang termuat dalam pertanyaan2 Sdr. Krisoebanoe, baik dengan Menteri Soepeno sendiri, maupun dengan kepala-kepala bagian atau dengan Kepala Jabatan Pembangunan Perusahaan yang khusus diadakan untuk membangun perusahaan-perusahaan bagi bekas prajurit. Bahwa usaha Kementerian Pembangunan dan Pemuda mendapat handicap karena kesulitan keuangan dan negara kita, telah berkali-kali diterangkan. Seperti telah diterangkan dalam Keterangan Pemerintah, pada waktu ini Kementerian Pembangunan dan Pemuda mengutamakan penempatan tenaga dalam usaha membangun, seperti memperbanyak produksi bahan makanan, produksi pakaian dan membuat perumahan.
Sdr. Krisoebanoe merasa tak senang, bahwa belum ada kelihatan usaha yang tegas dalam hal transmigrasi. Seperti diterangkan dalam Keterangan Pemerintah, transmigrasi yang besar manfaatnya ialah transmigrasi dari Jawa ke Sumatera. Dan umum mengetahui, bahwa dalam keadaan sekarang ini belum mungkin mengangkut beribu-ribu rakyat dari sini ke Sumatera sebagaimana yang telah dirancangkan. Andai kata tak da blokade dan umpamanya cukup alat pengangkutan dilatu, saya kira tak ada suatu pemerintah yang bertanggung jawab berani melakukan pengankutan beribu-ribu rakyat sebelum diadakan persiapan yang serapih-rapihnya di Sumatera sendiri.
Tentang hubungan Kementerian Pembangunan dan Pemuda dengan organisasi-organisasi Pemuda, memang benar tidak lagi seperti dahulu. Seperti diketahui, Menteri Negara urusan pemuda dahulu adalah wakil Badan Kongres Pemuda. Dalam waktu yang lalu banyak pekerjaan Kementeerian Negara urusan Pemuda yang dilakukan dengan perantaraan Badan Kongres dan D.P.P. di daerah-daerah.
Kini sudah timbul badan-badan federatif baru yang juga mewakili organisasi-organisasi pemuda. Oleh karena itu, jika kita sekarang menghendaki bantuan dari seluruh pemuda umumnya, khususnya semua organisasi-organisasi pemuda kita, tak dapat hanya mengadakan hubungan dengan Badan Kongres saja. Soalnya bagi Pemerintah ialah, apakah pemuda akan berhubungan langsung dengan tiap-tiap organisasi ataukah dengan federasi-federasi organisasi pemuda itu. Sebaiknya jika di antara organisasi-organisasi pemuda sendiri diadakan ikatan sedemikian rupa, hingga Pemerintah cukup berhubungan dengan satu badan untuk mendapat bantuan dari semua organisasi pemuda. Adanya badan semacam itu tentu tidak semata-mata untuk mempermudah hubungan dengan Pemerintah, akan tetapi tentu banyak manfaatnya guna menghadapi segala macam masalah, baik yang mengenai bangsa dan negara, maupun pemuda khususnya.
Pemerintah sendiri berusaha mencapai ikatan antara pemuda yang didasarkan pada usaha bersama, bersama-sama mengerjakan pembangunan yang termasuk dalam rantjangan memperlipatgandakan bahan makanan, pakaian dan perumahan. Usaha semacam itu sudah beberapa yang berjalan.
Kepada Ketua Badan Pekerja kami sampaikan beberapa daftar yang menunjukkan objekten yang mendapat perbendaharaan dari Kementrian Pembangunan dan Pemuda. Saudara Ketua, sepatah kata sekarang tengan keuangan Negeri!
Sebagai telah diuraikan dalam Keterangan Pemerintah, pokok segala kesulitan dalam keuangan negara terletak pada tidak adanya perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan. Adapun jalan untuk mengatasi kesulitan itu telah kami sebut, yaitu: mengurangkan pengeluaran negara dengan jalan rasionalisasi dalam segala lapangan, memperbesar produksi, menambah masuknya pajak serta bea dan cukai, dan mengadakan sanering uang.
Bahwa usaha menambah masuknya bea dan cukai—sumber penerimaan negara yang terbesar pada waktu ini—tidak sedikit hasilnya, meskipun belum memuaskan, dapat dibuktikan dengan angka-angka. Dalam bulan-bulan Januari sampai Juli tahun ini penerimaan tsb. berturut-turut adalah: 10.5, 8.8, 12.4, 14.4, 18.8, 20.5 dan 22.9 juta rupiah tiap-tiap bulan. Terhadap penyualan rokok dengan harga yang jauh melampaui harga banderol—soal yang disinggung oleh sdr. Abidin,—begitu pula terhadap penyualan rokok yang tidak memakai banderol, Jawatan Bea dan Cukai bersama-sama Kepolisian Negara telah mulai mengadakan tindakan-tindakan seperlunya.
Tentang kurang sempurnanya pemasukan pajak, sebagai dikemukakan oleh anggota-anggota sdr. Abidin dan sdr. Lacuba, dan yang antara lain disebabkan kurangnya pegawai ahli, baik untuk kantor maupun untuk penyelidikan di luar, dapat diterangkan, bahwa sekarang sudah dibentuk suatu korps pegawai-pajak dengan mengadakan berbagai-bagai kursus.
Pedagang-pedagang catut yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka mempunyai pendapatan yang luar biasa (misalnya karena mendirikan rumah dll. sebagainya) telah dikenakan pajak. Dan jika kekuasaan istimewa bagi Menteri Keuangan untuk mengadakan procedure yang cepat dan tegas terhadap pedagang-pedagang gelap, sebagai diminta oleh Pemerintah dianjurkan pula oleh anggota sdr. Lacuba, maka dapatlah diharap bahwa penetapan pajak akan sangat dimudahkan. Hal ini tentu akan berakibat tambahnya penerimaan pajak.
Pemerintah tidak merasa pernah melanggar Undang-Undang Dasar dalam mengusahakan perubahan-perubahan di dalam peraturan-peraturan pajak, sebagai dikemukakan oleh anggota sdr. Lobo.
Mengenai perubahan pajak bumi menjadi pajak pendapatan yang dikemukakan oleh anggota Sajarwo, perlu diterangkan di sini, bahwa jika pada pokoknya memang telah disetujui perubahan tsb. maka Pemerintah tidak mengerti bahwa masih harus diadakan perbedaan antara pendapatan dari tanah atau sawah dan pendapatan dari sumber-sumber lain. Pemerintah berpendapat, bahwa pembicaraan lebih lanjut mengenai soal ini baiklah ditunda sampai waktunya merundingkan rencana undang-undang tentang perubahan pajak tsb.
Tentang sanering, yaitu satu-satunya jalan untu mengatasi inflasi ini, Menteri Keuangan telah memberikan uraian panjang kepada Badan Pekerja K.N. Pusat pada waktu membicarakan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun ini. Saya rasa cukuplah anggota-anggota yang mengemukakan soal-soal itu (saudara-saudara Abidini, Samsoeddin, Syaranmual), kami persilahkan membaca lagi uraian tsb. Bahwa usaha ini belum terlihat hasilnya, itu sudah semestinya, karena masih pada fase permulaan, lagi pula tidak pendek jalannya.
Demikian pula anggota-anggota yang menyinggung soal pencegahan bahaya uang palsu, salah satu jalan menuju kepada sanering uang (saudara-saudara Abidin dan Lobo) kami peringatkan pada uraian Menteri Keuangan tsb.
Telah kami sebut-sebut jalan lain kearah sanering, yaitu memperluas export dan import. Usaha ini berhubungan rapat dengan penglaksanaan perjanjian Fox, yang telah disinggung pula oleh sdr. Abidin. Usaha tsb. kini masih dalam persiapan yang sedang giat dilakukan oleh Pemerintah. Tentang rintangan-rintangan yang dihadapi, tadi telah kami sebut. Kami berpendapat, bahwa pembitajraan2 tentang soal-soal ini semua, jika dianggap perlu, lebih baik diadakan pada rapat khusus dari Badan Pekerja.
Oleh anggota-anggota Krisoebanoe, Lobo, Sajarwo dan Werdojo dikemukakan kesukaran-kesukaran berhubung dengan kekurangan uang kecil, yang menjadi rintangan dalam penghidupan sehari-hari. Soal kekurangan uang ketdil ini sebetulnya telah berkali-kali dibicarakan dalam sidang Badan Pekerja,. Anggota-anggota tsb. niscaja mengetahui juga kesukaran-kesukaran yang dijumpai Pemerintah dalam usaha mencetak uang kecil setukupnya. Kesukaran-kesukaran berhubung dengan kekurangan bahan-bahan dan alat-alat percetakan di dalam negeri, sedangkan usaha untuk memperoleh barang-barang itu dari luar negeri menghadapi blokade dan bermacam-macam rintangan, tidak mudah di atasi sebagaimana diharapkan. Tidak perlu kiranya dijelaskan bahwa Pemerintah berusaha sekeras-kerasnya kearah memperbaiki keadaan uang kecil itu.
Sementara itu, sepeti juga diketahui, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19, disertai instruksi Menteri Keuangan, yang mengizinkan Kepala Daerah Karesidenan dan Kepala Kota Surakarta, apabila keadaan di daerahnya masing-masing mendesak, mengambil tindakan dengan mengeluarkan “surat tanda penerimaan uang” dari jenis R. 10,–kebawah. Adapun maksud peraturan ini antara lain ialah supaya beban Pemerintah dalam hal mencetak uang ketil buat sementara dapat diringankan, sampai pada waktu Pemerintah berhasil dalam usahanya menambah jumlah uang kecil. Peraturan Pemerintah dan instruksi Kementerian Keuaangan memuat cukup petunyuk-petunyuk tentang syarat-syaratnya memperedarkan surat-surat tanda penerimaan uang termaksud. In principe memang Pemerintah tidak setuju dengan pengeluaran bon tsb. Sebab ini bukanlah pemecahan soal yang sebaik-baiknya dan gampang menimbulkan kekacauan. Karena terdorong oleh keadaan yang memaksa Pemerintah melepaskan principe itu, tetapi mengikat pengeluaran bon itu pada syarat-syarat yang tentu. Dalam hal ini tercapai koordinasi antara Kementerian-Kementerian Keuangan dan Dalam Negeri yang idmaksud sdr. Werdojo.
Saudara Krisoebanoe menanyakan soal deviezen, jumlahnya, pemakainnya dan sebagainya. Kami peringatkan, bahwa soal itu sejak dadhulu dibawah Pemerintah-Pemerintah yang lampau telah merupakan soal yang sekali-kali tidak mengharumkan sejarah Repbulik kita. Baru Pemerintah sekarang inilah yang sungguh-sungguh hendak mengadakan perbaikan dalam hal ini. Pemerintah kini sedang mengusahakan terlaksananya Undang-Undang Alat Pembayaran Luar Negeri setejpat-cepatnya.
Mengenai susunan Kementerian dan Jawatan-Jawatan, yang dikemukakan Sdr. Lobo, dapat diterangkan, bahwa normalisasi dan rasionalisasi Kementerian dan Jawatan itu kini sudah mulai diadakan. Soal tersebut hanya menunggu penetapan dalam Peraturan-Peraturan Pemerintah.
Tentang pembagian garam, yang ditanyakan oleh Sdr. Asrarudin, kami terangkan, bahwa pembagian kepada rakyat umum oleh Jawatan Garam mulai dilakukan dengan perantara rukun-rukun tetangga, koperasi desa dan sebagainya. Tidak pernah melalui P.P.B.M.! Karena cara pembagian itu telah didajalankan sekian lamanya dengan tidak mengecewakan, tidak ada alasan untuk mengubahnya. Adapun pembagian garam kepada pegawai Negeri dijalankan oleh Jawatan Garam langsung kepada DJawatan atau Kantor masing-masing. Cara pembagian ini mempercepatkan dan mudah dijalankan, karena Jawatan Garam mempunyai gudang dimana-mana.
Saudara Ketua!
Sekarang soal agraria. Ada dikemukakan oleh Sdr. K. Werdojo, supaya Pemerintah menghapuskan bengkok-bengkok lurah dan pamong desa dan memberikan tanah itu kepada orang-orang yang belum mempunyai tanah.
Pemerintah sependapat dengan Sdr. Werdojo, bahwa institute bengkok itu sudah tidak sesuai lagi dengan kemauan zaman. Jang menjadi soal bukannya layak atua tidaknya menghapuskan institute itu, tetapi apakah yang menjadi penggantinya. Mudah saja dikatakan, luar dan pegawai desa harus dijadikan pegawai negeri dan digaji oleh Negeri pula. Tetapi konsekwensinya untuk keuangan negara tentu akan besar sekali. Lagi pula berhubung dengan adanya inflasi tidak mungkin kini menetapkan jumlah gaji sebagai pengganti bengkok yang tepat dan dapat memuaskan yang berkepentingan. Soal ini menghendaki penyelesaian yang saksama dan seadil-adilnya. Oleh karena itu Pemerintah tidak dapat menyetujui penghapusan bengkok secara paksaan dengan tidak menghiraukan kepentingan para penyabat. Akibatnya tidak lain hanyalah kegelisahan dan kekacauan.
Pemerintah memperhatikan benar-benar soal ini dan sedang mencari jalan menyelesaikannya sebaik-baiknya.
Saudara Abu Umar menghendaki agrariskhe wetgeving yang demokratis, tidak menolak perusahaan dan modal asing, asal saja untuk kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Pembentukan hukum agrarian baru oleh Pemerintah telah diserahkan kepada Panitia Agraria. Saudara2 Sajarwo dan Abu Umar menjadi anggota Panitia tersebut. Dengan mempergunakan kedudukannya sebagai anggota Panitia Agraria kedua saudara itu dapat memperjuangkan dan melaksanakan cita-citanya mengenai coraknya hukum tanah dan sistemnya pembagian tanah. Dengan ini terjawab sekali pertanyaan suadara Sajarwo.
Suadara Sujono Hadinoto yang minta keterangan tentang hasil pekerjaan Panitia Agraria, kami persilahkan mengaja pelaporan Panitia tersebut tertanggal 13 Agustus 1948. Selain yang tersebut di dalam pelaporan itu, sekarang sedang dipersiapkan Undang-Undang penambahan dan pelaksanaan Undang-Undang No. 13 dan Undang-Undang pembatasan milik tanah. Mengingat Panitia itu baru berdiri 3 bulan (sedang 6 orang baru 1½ bulan menjadi anggota), lagi pula para anggota masing-masing sudah mempunyai tugas kewajiban yang penting, dan mengingat lagi serba kurangja perlengkapan dan peralatan, maka meskipun hasil pekerjaan itu belum dapat dikatakan banyak. Panitia itu sudah menunjukkan kegiatan bekerja yang patut dihargai. Selanjutnya periodik akan disampaikan pelaporan kepada Badan Pekerja tentang pekerjaan Panitia Agraria.
Saudara Coegito mencoba menunjukkan pertentangan antara keterangan kami tentang hal membagikan tanah kepada semua petani berdasarkan kesanggupan mereka sendiri untuk mengerjakannya dengan telegram rahasia Menteri Dalam Negeri yang melarang pembagian tanah.
Pembagian tanah sebagai yang kami maksudkan, belumlah menjadi suatu peraturan dari Pemerintah, melainkan suatu pokok fikiran kami sendiri yang “akan kami jadikan sebagai pedoman untuk meninjau soal tanah.” Pokok fikiran ini akan dicantumkan dalam hukum agraria yang kini sedang dipelajari. Jadi harus diselenggarakan berdasar hukum dan dengan cara yang teratur. Adapun yang dilarang oleh Menteri Dalam Negeri dengan surat kawatnya tanggal 14 Agustus 1948 ialah tindakan-tindakan dari golongan-golongan yang tidak bertanggung-jawab, yang bermaksud mengejar keuntungan politik saja dengan cara mengambil hati rakyat yang diberi tanah, sedang sesungguhnya bukan kepentingan mereka individueel yang diutamakan. Tindakan-tindakan itu oleh anggota Mr. Kasman Singodimejo disebut “sosialisiring serampangan”, yang ternyata menimbulkan kegelisahan dan kekacauan, yang pada hakekatnya membahayakan keselamatan Negara.
Saudara Sajarwo menghendaki perubahan yang radikal tentang pembagian tanah.
Seperti dikatakan tadi, pembentukan hukum agraria baru oleh Pemerintah telah diserahkan kepada Panitia Agraria, yang suadara-saudara Sajarwo dan Abu Umar ikut menjadi anggotanya. Dengan mempergunakan kedudukannya sebagai anggota Panitia Agraria kedua saudara itu dapat memperjuangkan dan melaksanakan cita-citanya mengenai corak hukum tanah dan sistem pembagian tanah.
Undang-Undang pembatasan milik tanah yang dikehendaki Mr. Kasman Singodimejo pada saat ini sedang disiapkan oleh Panitia Agraria. Tentang peraturan Residen Surakarta tertanggal 31 Juli 1948 No. 863 yang dicela oleh Sdr. Kasman, memang belum sesuai dengan semangat Undang-undang dan Peraturan Pemerintah No. 13/1948. Tetapi peraturan itu diadakan tidak untuk menyabotreer Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, bahkan bermaksud yang baik, misalnya agar Undang-Undang tersebut dapat berjalan sebaik-baiknya dan lagi untuk mencegah pertengkaran antara kuli kenceng dengan orang-orang yang tidak mempunyai tanah. Oleh Kementerian Dalam Negeri telah diambil tindakan seperlunya kearah yang dimaksudkan Sdr. Kasman Singodimejo.
Saudara Ketua!
Sekarang sepatah kata yang mengenai soal Pemerintahan Daerah! Sdr. Maruto Nitimiharjo bertanya “bagaimana penglaksanaan Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah?” (Undang-Undang No. 22 tahun 1948).
Segera sesudah rencana Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah diterima dan disetujui oleh Badan Pekerja K.N.P., maka direncanakan berbagai-bagai Undang-Undang, peraturan-peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan lain yang menurut Undang-Undang pokok tersebut harus diadakan. Dapat dipermaklumkan bahwa rencana Undang-Undang pembentukan propinsi Jawa-Timur tidak lama lagi akan diajukan; untuk pembentukan daerah-daerah otonom tingkatan desa dan Kabupaten sekarang sedang diadakan penyelidikan saksama untuk selekasnya mendapat bahan-bahan yang dibutuhkan. Selain dari pada itu sekarang sudah selesai rencana undang-undang tentang pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan rencana-rencana peraturan mengenai anggaran pendapatan dan belanja, mengenai perhitungan anggaran pendapatan dan belanja dan mengenai cara mengurus keuangan daerah. Pula beberapa rencana, contoh-contoh peraturan daerah sedang dikerjakan.
Sdr. Rasuna Said bertanya: “Sampai dimana perhatian dan usaha Pemerintah berkenaan dengan pemerintahan di Sumatera?”
Sebagai diketahui, untuk melaksanakan democratize-ringsproces, melancarkan dan memperdalam pemerintahan di Sumatera telah diadakan Komisariat Pemerintah Pusat di Sumatera. Antara lain Komisariat tersebut berkewajiban untuk mengadakan persiapan-persiapan untuk melaksanakan maksud “Undang-Undang pokok tentang pemerintahan daerah.” Pada akhir bulan ini diharap telah diterima di sini laporan-laporan dari Komisariat tersebut mengenia desentralisasi dan mendemokratisir pemerintahan di Sumatera. Degnan adanya Komisariat itu hubungan Pemerintah dengan Sumatera dan jalannya pemerintahan di Sumatera menjadi tambah teratur. Dalam tiga propinsi di Sumatera sekarang sedang diadakan usaha-usaha guna memperbaiki keadaan pemerintahan pada umumnya. Perhatian Pemerintah senantiasa ditujjukan kepada Sumatera dan semangkin teratur dan lebih baiknya berjalannya pemerintahan di sana, semangkin erat hubungan Pemerintah dengan Sumatera.
Mengenai pertanyaan anggota Mr. Sartono tentang perlunya meninjau kembali susunan badan-badan perwakilan rakyat di daerah-daerah agar supaya sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu ini, dapat diterangkan bahwa soal ini sebenarnya sedang dalam pertimbangan.
Selanjutnya mengenai soal Pembangunan Desa dan Rukun Tetangga dapat diberitahukan bahwa penyelenggaraan oleh Pemerintah berjalan terus dan apabila diselidiki sebaik-baiknya maka memang pedoman rukun Tetangga disusun se-praktis-praktisnya.
Akhirnya, perlindungan minoriteiten mendapat perhatian sepenuhnya.
Saudara Ketua!
Sekarang sepatah kata tentang pemilihan umum. Anggota sdr. Asrarudin menyatakan pendapatnya, bahwa penglaksanaan pemilihan umum yang pokok-peraturannya telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 27 tanggal 28 Agustus tahun ini, akan memakan waktu yang amat panjang. Menurut perhitungannya, persiapan saja akan makan waktu satu tahun, sedang pemilihannya akan berjalan 3 bulan sampai satu tahun lagi.
Saudara Ketua!
Perhitungan sdr. Asrarudin itu, menurut pendapat Pemerintah, adalah sangat pessimistis. Kecuali dari itu juga agak simplistic, karena segala usaha dalam periode persiapan dipukul rata saja, semua usaha masing-masing memakan waktu 3 bulan. Pun dilupakan, bahwa beberapa usaha dapat dikerjakan sejalan, artinya usaha yang satu tidak usah menunggu selesainya usaha yang lain. Misalnya usaha penerangan tidak usah menunggu sesudahnya selesai pencetakan formulir, tetapi sudah dapat dimulai dalam waktu formulir-formulir sedang dicetak.
Menurut perhitungan Pemerintah persiapan pemilihan itu dan menjalankannya jauh lebih cepat dari perhitungan sdr. Asrarudin.
Saudara Ketua!
Sekarang beberapa kata tentang keamanan! Dalam keterangan Pemerintah telah dinyatakan, bahwa Pemerintah akan mengadakan koreksi, jika perlu dengan tangan besi, apabila excessen demokrasi yang merupakan “Kinderkrankheit des radikalismus” sangat meliwati batas dengan mengadakan intimidasi dan menimbulkan anarkhi, sehingga keselamatan Negara terancam.
Pernyataan tersebut disambut dengan gembira oleh beberapa anggota, ialah saudara-saudara Syaranamual, Tambunan, Lacuba dan Tejasukmana, sedang tidak ada seorang anggota pun yang menyatakan tidak menyetujuinya, sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa seluruh masyarakat sekarang menghendaki, dan tidak akan menentang atau merintangi tindakan tegas dari alat-alat kekuasaan Negara terhadap pengacau-pengacau masyarakat yang dengan perbuatannya melanggar sesuatu pasal Hukum-Pidana.
Maka dari itu, atas pertanyaan sdr. Syaranamual tentang peristiwa Canisius dapat diberitahukan, bahwa pasti diadakan penuntutan di muka Pengadilan terhadap mereka yang menjadi pemimpin dalam peristiwa Canisius itu, karena terang melanggar Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu perampasan kemerdekaan diri seseorang atau memaksa seseorang dengan kekerasan melakukan sesuatu perbuatan, malahan mungkin ditambah dengan cumulasi pelanggaran yaitu mengganggu berjalannya sesuatu sidang dari pada Badan Pekerja K.N.P.
Dalam pada itu berhubung dengan meluasnya segala macam agitasi baiklah kiranya ditegaskan di sini, bahwa penyiaran berita bohong, berkelebihan atau tidak lengkap yang dapat menimbulkan keonaran dikalangan rakyat pun merupakan suatu pelanggaran hukum, yaitu Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana.
Saudara Ketua!
Pemerintah memperhatikan anjuran anggota Mr. Tambunan, untuk menjamin keselamatan umum, “rekhtsveiligheid”, suapaja jumlah polisi diperlipat-gandakan, malahan sampai 3 kali lebih banyak dari para sekarang.
Pemerintah memperingatkan, bahwa kekuatan polisi saja belum cukup untuk menyaga keamanan dengan sempurna, apabila tidak dapat bantuan sepenuhnya dari masyarakat dengan bersandar atas keinsyafan bernegara, “staatsbewustheid”, di seluruh masyarakat sendiri. Selama staatsbewustheid itu masih bleum merasap benar-benar, maka tindakan tegas dari alat-alat kekuasaan Pemerintah masih selalu menghadapi kemungkinan ditentang atau dirintangi oleh orang-orang yang, untuk membela kawan, tidak segan-segan mempergunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan tidak menghiraukan peraturan-peraturan Hukum Negara.
Maka dari itu, Pemerintah mengulangi lagi seruan, yang oleh Menteri Kehakiman telah sering diucapkannya, baik di dalam maupun di luar sidang Badan Pekerja, ialah seruan kepada para pemimpin-pemimpin partai dan organisasi untuk ikut menanam dan memperkuat rasa staatsbewustheid dikalangan rakyat pada umumnya dan dikalangan pengikut-pengikutnya masing-masing pada khususnya.
Tentang tahanan politik, dua orang anggota ialah sdr. Maruto Nitimiharjo dan sdr. Rasuna Said mengajukan pengharapan, supaya Pemerintah segera menyelesaikan perkaranya saudara-saudara Tan Malaka, Soekarni dan Abikoesno, dengan melepaskan mereka dari tahanan. Oleh karena perkara mereka telah ada ditangan Hakim, maka Pemerintah menunggu keputusan Hakim itu.
Juga Sdr. Tan Malaka sendiri pernah menyatakan keinginannya, supaya perkaranya tidak “dideponeer” begitu saja, sehingga akan tetap menjadi teka-teki apakah ia benar berbuat salah atau tidak, akan tetapi menghendaki putusan dari Hakim yang pasti tentang salah atau tidaknya tadi.
Dalam pada itu, Hakim, yaitu Ketua Pengadilan Negeri Surakarta kemarin tanggal 15 September yang lalu, telah mengambil keputusan, bahwa tidak ada alasan-alasan yang cukup untuk menuntut tersangka-tersangka Tan Malaka, Soekarni dan Abikoesno, dengan memerintahkan supaya mereka segera dibebaskan dari tahanan.
Putusan tesebut belum tetap, karena masih dapat diadukan oleh pihak Kejaksaan kepada Pengadilan Tinggi di Jogjakarta, yang dapat menguatkan atau membatalkan putusan Hakim tersebut, tetapi yang pasti ialah, sedang menunggu putusan Pengadilan Tinggi tadi, para tersangka tetap di luar tahanan.
Saudara Ketua!
Sekarang kami sampai pada soal perekonomian. Sdr. Krisoebanoe bertanya tentang perhubungan antara Kementerian Pembangunan dan Pemuda dengan Kementerian Kemakmuran. Pekerjaan Kementerian Pembangunan dan Pemuda memang dalam banyak hal bersangkut-paut dengan Kementerian Kemakmuran, yang pada dasarnya menghendaki kerja sama. Kerja sama ini di dalam beberapa hal telah terjadi dan akan berjalan terus. Makin lama jumlah perksamaan pekerjaan akan bertambah. Antara lain kerja sama kelihatan di dalam hal:
1. Usaha pemeriksaan tanah-tanah kosong untuk menyediakan lapangan kerja bagi sebagian dari mereka yang harus diberi lapangan kerja sebagai akibat penglaksanaan rasionalisasi, terutama dalam kalangan tentara.
2. Duduknya Kementerian Kemakmuran dalam suatu komisi interdepartemental, yang di dalamnya juga Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Komisi interdepartemental ini dibentuk menurut putusan sidang kabinet tangggal 24 April 1948 dan semenyak tanggal 11 Mei 1948 Komisi itu berdiri. Kementerian Pembangunan dan Pemuda mengetuai Komisi tersebut (Dr. Hutagalung). Dengan melalui antara lain saluran komisi ini, Kementerian Pembangunan dan Pemuda dapat meminta Keterangan-keterangan c.q. bantuan dari Kementerian-Kementerian lainnya, terutama dari Kementerian Kemakmuran.
3. Dalam soal transmigrasi, yang kini baru menginyak fase persiapan dan penyelidikan, antara kedua Kementerian (Kemakmuran dan Pembangunan dan Pemuda), ada hubungan yang erat.
4. Dalam hal produksi plan 3 tahun Kementerian Kemakmuran, Kementerian Pembangunan dan Pemuda diajak turut serta.
Sekarang tetnang Plan 3 tahun Kementerian Kemakmuran itu sendiri. Rencana 3 tahun itu telah dimulai dalam awal tahun 1948 ini, sebagian besar mengenai persiapan.
Mulai bulan Maret 1948 nampak permulaan dari hasil-hasil yang nyata. Tentang hasilnya telah dimuat dalam “Perincian dari Pelaporan Kementerian Kemakmuran, hasil pekerjaan dalam 6 bulan yang terakhir.”
Untuk melaksanakan plan 3 tahun ini, oleh Pemerintah telah dibentuk suatu Panitia Penyokong dan Pertimbangan bagi Penglaksanaan Rantjangan Produksi 3 tahun (Comissie van Bijstand), dimana duduk Wakil-wakil dari organisasi-organisasi rakyat yang bersangkutan dengan rencana produksi itu, umpamanya: S. B. C., Perbutsi, B.T.I., S.T.I., Gabungan Koperasi Perikanan Indonesia, S.D.I.I., P.T.E. dan Persatuan Wartawan.
Walaupun dipusat kerja sama ini belum banyak kelihatan, di daerah-daerah kerja sama itu dengan massa-organisasi telah dimulai semenyak plan 3 tahun itu ditimbulkan.
Terhadap soal kontrol harga yang dikemukakan oleh sdr. Syaranamual, dapat dikatakan sebagai berikut.
Urusan Pengawasan harga dari Kementerian Kemakmuran dengan susunannya hanya mengerjakan pendaftaran harga dengan hal-hal yang bersangkut-paut dengan ini. Instansi urusan pengawasan harga ini baru dapat dijelmakan di ibu-ibu kota Keresidenan.
Polisi ekonomi yang harus bekerja bersama-sama dengan polisi Negara dan Pamong Praja, belum dapat bekerja sebagaimana mestinya, karena terus merosostnya nilai ORI dan kurangnya sementara bahan-bahan.
Usaha-usaha kearah stabilisasi-harga mulai dijalankan.
Apa yang digambarkan oleh sdr. Tambunan tentang susunan Masyarakat kita yang terdiri dari pada satu golongan terbesar yang melarat, adalah bawaan dari structuur masyarakat Indonesia yang lalu. Karena akibat blokade dan bermacam-macam kesukaran pada waktu ini, penderitaan golongan yang melarat itu makin sangat terasa sekali.
Tindakan terhadap kepintjangan itu dijalankan sedapat-dapatnya. Tetapi soal ini baru dapat dibereskan dengan sepertinya, apabila kita sudah berada dalam masa damai dan dapat menyelenggarakan dengan sepenuh-penuh tenaga tuntutan Undang-Undang Dasar kita. Dalam soal ini sekarang ternyata, bahwa pokok pangkal kepintjangan sebagian besar terletak pada sangat kurangnya bahan2 dan barang2. Kejurusan inilah Pemerintah berusaha sedapat-dapatnya.
Perhubungan dagang dengan luar negeri selalu diusahakan. Tetapi usaha ini belum dapat berbuah banyak, oleh karena blokade Belanda.
Titik berat usaha kita harus diletakkan pada produksi yang juga tidak dapat lancar semuanya karena berbagai halangan.
Pertanyaan sdr. Abidin tentang kontrak Fox tadi telah saya jawab. Terhadap uraian sdr. Abidin lainnya, Pemerintah menerangkan di sini, bahwa export dan import barang-barang diatur dengan sistem lisensi. Dengan itu Pemerintah mengontrole ke luar-masuknya barang. Lagi pula kepada exporteur diminta jaminan 100% dari pada harga barang yang dike luarkan. Aturan ini berlaku juga terhadap pengiriman ke daerah pendudukan diperiksa lebih teliti lagi, karena sebelum diberi izin diminta persetujuan dulu dari Biro Kabinet.
Pemerintah mengetahui pula adanya perdagangan selundupan di daerah status quo yang sukar dikontrol dan diberantas.
Terhadap ucapan sdr. Abidin seolah-olah Kementerian Kemakmuran membeda-bedakan golongan satu dari pada yang lain, dengan mengatakan, bahwa kepada salah satu badan, yang bukan badan hukum, telah diberi kredit sebanyak ± R. 5.000.000,–Pemerintah dapat menjawab, bahwa ucapan itu berlainan dengan kenyataan. Kementerian Kemakmuran tidak pernah member pinyaman semacam itu. Epemrintah selalu bersedia untuk menyokong tiap-tiap usaha, yang berfadeah bagai rakyat dan negara di dalam batas kesanggupan Pemerintah.
Tentang B.I.N., B.T.N. dan B.P.P.G.N., pada tingkatan pertama badan-badan ini diawasi oleh Jawatan-Jawatan yang berkepntingan: B.I.N. dan B.T.N. oleh Jawatan Perindustrian. B.P.P.G.N., P.P.N. dan P.P.R.I. oleh Jawatan Pengawasan Perkebunan. Kecuali itu telah dibentuk pada tanggal 24 Maret 1948 dengan penetapan Menteri Kemakmuran suatu “Panitia Pertimbangan Koordinasi Perusahaan2”, yang di dalamnya duduk semua Badan2 Hukum (Perusahaan Negeri) dan wakil2 dari Jawatan yang bersangkutan.
Panitia ini berkewajiban memberi pertimbangan kepada Menteri Kemakmuran supaya pada Jawatan-Jawatan dan Badan-Badan Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan dalam lingkungan Kementerian Kemakmuran dalam batas-batas kemungkinan timbul persamaan cara dalam menyelenggarakan perusahaan, sehingga ada persesuaian siasat pada lapangan keuangan, produksi, distribusi, sosial dan segala sesuatu yang menuju kearah keselamatan, kemajuan dan pembangunan perusahaan, seperti yang dimaksud dalam Pasal 2 dari pada Peraturan “Panitia Pertimbangan Koordinasi Perusahaan-Perusahaan”.
Pada tanggal 1 Agustus 1948 dibentuk suatu “Panitia Penyelidik Penyelenggaraan Perusahaan Negara” untuk meninjau kembali segala sesuatu yang berkenaan dengan perusahaan2 Negara dalam lingkungan Kementerian Kemakmuran. Dalam Panitia itu, kecuali wakil2 dari pihak Pemeirntah, duduk juga wakil2 dari pihak buruh dan tani. Tugas Panitia tersebut ialah menyelidiki antara lain soal2 administratif, financieel dan tekhniskh beheer, democratisering dari perusahaan-perusahaan tersebut (me-dezeggingskhap dari buruh) dan lain-lain dan memajukan pertimbangannya dalam waktu 5 bulan kepada Pemerintah. Usaha ini boleh dianggap satu langkah lagi menuju perbaikan perusahaan-perusahaan.
Tentang korupsi yang mengenai Kementerian Kemakmuran—seperti yang dikemukakan oleh sdr. Lacuba—telah diadakan beberapa tindakan dan untuk keperluan ini antara lain telah diadakan badan yang diberi tugas kearah maksud tersebut.
Anjuran sdr. Sunyoto terhadap koperasi memang sesuai dengan cita-cita Pemerintah. Pembentukan kader-kader adalah langkah pertama menuju kearah tersebut.
Keinginan sdr. Sunyoto untuk memecah Kementerian Kemakmuran dalam dua bagian, yaitu Kementerian Perniagaan dan Industri dan Kementerian Pertanian, sedang ditimbang masak-masak.
Tentang distribusi gula yang disinggung oleh sdr. Asrarudin dapat diterangkan, bahwa gula yang diserahkan kepada P.P.B.M. adalah gula yang melulu untuk distribusi kepada rakyat. Disamping itu ada gula untuk keperluan perdagangan. Pada umumnya, distribusi bahan-bahan yang ditujukan untuk rakyat, pembagiannya dimana dapat diserahkan kepada P.P.B.M.
Anjuran sdr. Sajarwo supaya Pemerintah menaruh perhatian pada masyarakat desa umumnya dan kaum tani khususnya, kami sambut dengan girang dan puas, sebab berarti menyokong politik Pemerintah yang kini sedang dijalankan. Meemang perhatian Pemerintah terutama ducurahkan pada masyarakat desa.
Dalam Keterangan Pemerintah yang diucapkan pada tanggal 2 September 1948 pun dapat dikenal dua macam usaha untuk mempertinggi kemakmuran masyarakat desa, ialah:
1. Usaha pambangunan yang memakan tempo banyak sebelum dapat terasa hasilnya;
2. Usaha yang ditujukan langsung untuk memenuhi keperluan sekarang.
Meskipun kedua-dua macam usaha itu tidak Nampak sebagai rangkaian-tindakan yang semata-mata ditujukan kepada masyarakat desa, karena memang berserak-serak pada beberapa lapangan perekonomian, akan tetapi memperhatikan lapangan-lapangan itu namun berarti langsung menyelenggarakan usaha kepentingan masyarakat desa. Misalnya, usaha pendidikan tentang koperasi kepada rakyat, meskipun memakan tempo lama, pasti menimbulkan kegiatan rakyat desa dilapangan koperasi. Dengan jalan ini disamping pemberian kredit biasa, soal gadai dan ijon berangsur dapat berkurang, sekalipun tak lenyap.
Usaha memajukan peternakan itik, hendaknya jangan diartikan sebagai memperlipat zat-putih-telor untuk umum saja, melainkan berarti menambah penghasilan bagi masyarakat desa. Pun begitu pula halnya dengan usaha memajukan perikanan di sawah-sawah. Sekian beberapa contoh dilapangan usaha pembangunan mengenai masyarakat desa.
Berbagai usaha untuk memenuhi keperluan sekarang dibeberapa lapangan diusahakan juga. Misalnya:
a. Pembagian besi-tua kepada koperasi pandai-besi di Madiun, Klaten dan Purworejo, berarti langsung memajukan kerajinan rakyat, akan tetapi juga memperbanyak alat pertanian.
b. Pemberian modal kepada koperasi kulit di Magetan.
c. Pemberian kredit kepada kaum nelajan untuk membikin perahu dan membeli alat-alat penangkapan ikan.
Selain dari itu ada pula beberapa usaha pemberian modal langsung pada masyarakat desa yang telah lama dimulai. Bantuan pinyaman oleh Bank Rakyat Indonesia kepada penduduk desa diberikan dengan secara langsung atau dengan melalui bank-bank desa. Jumlah yang telah dike luarkan dengan dua cara ini sejak Oktober 1947 sampai bulan Juli 1948 adalah ± R. 40.000.000,-.
Saudara-saudara Suwarti, Tan Ling Jie dan Werdojo menyatakan keberatan tentang pengiriman gula ke Semarang.
Pengiriman gula itu adalah satu-satunya jalan untuk mendapat bahan-bahan dan peralatan yang sangat dibutuhkan oleh pabrik-pabrik gula dengan secara barter. Zonder barter ini, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan gula nasional tak akan dapat di atasi dan penyelenggaraan giling tahun 1948 tak akan dapat terselenggara. Sebagai penukaran diterima antara lain minyak mesin, rabuk kimia, kain saringan dan drijfriem, disandarkan atas harga pasar umum.
Keterangan sdr. Njoto bahwa Kementerian Kemakmuran hanya mementingkan kaum middenstand, sama sekali tidak benar.
Kementerian Kemakmuran memang mulai memperhatikan middenstand dengan maksud mempergunakan golongan ini untuk keperluan rakyat seluruhnya. Disamping kepentingan rakyat tentu saja tercapai juga kepentingan kaum middenstand sendiri. Kalau Sovyet Russia suatu waktu perlu mengadakan N.E.P., kenapa Indonesia tak boleh? Kalau sdr. Njoto mau menoleh ke Sumatera, maka akan ternyata padanya bahwa kabinet2 dahulu istimewa mencurahkan minatnya kepada Middenstand itu. Baru kabinet sekarang inilah, dengan mengadakan C.T.C. dan lainnya dibawah kontrol dan kekuasaan Pemerintah, yang mengalirkan dan mengikat usaha Middenstand itu kepada kepentingan Negara.
Tentang penimbunan barang2 dan pembatasan harga yang dikemukakan oleh sdr. Werdojo, dapat diterangkan yang berikut.
Peraturan D.P.N. No. 15 telah dilaksanakan, yaitu pada permulaanperaturan dike luarkan (20 Agustus 1946). Pada waktu peraturan itu dilaksanakan diketemui beberapa kesulitan.
Tentang penimbunan, instansi2 yang mestinya bertindak jakni polisi-ekonomi, untuk mengadakan pembeslahan umumnya tidak bertindak, oleh karena peraturan ini sukar dilaksanakan. Orang-orang partikelir yang menyimpan (menimbun) barang-barang acap kali mendapat perlindungan dari gerombolan-gerombolan yang bersenyata atau berpengaruh. Pemerintah kekurangan uang untuk membeli barang-barang yang dibeslah. Penyelidikan untuk mengetahui tempat-tempat penimbunan sukar dilakukan, lebih-lebih jika diingat bahwa pegawai yang menjalankan acap kali mendapat ancaman-ancaman dari tukang catut anggota tentara laskar d.l.l.
Berdasarkan kesukaran-kesukaran dalam praktek menjalankan peraturan D.P.N. No. 15 itu maka Kementerian Kemakmuran bersama-sama dengan Kementerian Persediaan Makanan Rakyat mengadakan peraturan baru tentang soal ini, yang aka lebih memudahkan jalannya. Hanya saja peraturan ini tidak mengenai semua bahan-bahan yang termaksud dalam D.P.N. No. 15.
Sdr. Njoto minta supaya aturan D.P.N. No. 24 tentang pengawasan export-import barang penting dilaksanakan. Aturan tersebut telah lama dijalankan dan dengan sistem lisensi Jawatan Perdagangan, Kementerian Kemakmuran berusaha sebaik-baiknya mengontrole ke luar-masuknya barang penting. Keterangan tentang pekerjaan Jawatan Perdagangan dan apa yang telah dicapainya telah dikirimkan kepada K.N. Pusat dengan 3 buah surat tanggal 28 Juli 1948, yang isinya masing-masing mengenai soal susunan tugas dan hasil pekerjaan Jawatan Perdagangan dari Kementerian Kemakmuran, terutama yang mengenai perdagangan Luar Negeri, mengenai politik import dan export Pemerintah bersandarkan Peraturan D.P.N. No. 24, dan tetnang export bahan-bahan makanan.
Perhatian Pemerintah terhadap nasib buruh umumnya tetap ada. Disini harus diakui, bahwa hasil usaha Pemerintah tidak memuaskan. Usaha-usaha itu dijalankan di dalam garis-garis kemungkinan, yang tidak memberi ruang yang luas pada masa ini.
Soal “planning-board” yang dikemukakan oleh sdr. Sujono Hadinoto, memang telah dipikirkan oleh Pemerintah.
Panitia Pemikir Siasa Ekonomi dahulu, yang sebagian ditujukan kepada perundingan dan sebagian kepada membuat rencana ekonomi, sekarang telah dirobah sifatnya menjadi planning-board semata-mata.
Kepada sdr. Zainal Abidin Akhmad yang mengatakan Pemerintah terlalu mementingkan koperasi dan kurang memperhatikan perdagangan, Pemerintah hanya dapat menerangkan bahwa Pemerintah, baik terhadap pedagang, maupun terhadap buruh dan tani menaruh perhatian sepenuhnya, meskipun pada suatu saat berhubung dengan keadaan kelihatan, bahwa suatu dari 3 golongan itu mendapat perhatian lebih banyak. Terhadap soal perdagangan di Sumatera, lihatlah Perincian tentang pelaporan pekerjaan 6 bulan, Bagian Sumatera.
Tentang satu soal lagi, yaitu yang mengenai ijon d.l.l. sistem yang menghisap kemakmuran rakyat desa, kami berpendapat bahwa penyakit sosial ini tak dapat diberantas dengan tindakan ekonomi sebagai kredit pasar dan lain-lannya, melainkan dengan suatu undang2 sosial yang memuat hukuman terhadap perbuatan itu.
Saudara Ketua!
Kami gembira, bahwa perhatian Badan Pekerja terhadap soal distribusi bahan makanan adalah besar. Jang membicarakan soal ini antara lain anggota2 Syaranamual, Sunyoto, Asrarudin, Sajarwo, K. Werdojo dan Abu Umar. Tak ada seorangpun di antaranya yang merasa puas.
Memang, sdr. Ketua, sebagaimana telah kami katakan dalam Keterangan Pemerintah pada tanggal 2 September yang lalu, jalannya distribusi bahan makanan masih jauh kurang dari pada yang dicita-citakan oleh Pemerintah sendiri berhubung dengan berbagai-bagai kesulitan yang kita hadapi. Disamping kesulitan-kesulitan yang kami sebut dan kurangnya modal untuk keperluan pengumpulan, yang dikemukakan oleh sdr. Sunyoto, masih ada satu hal yang amat penting laig, yang perlu kita insyafi benar dalam menghadapi soal distribusi bahan makanan. Hal ini ialah hilangnya imbangan antara jumlah bahan makanan hasil usaha kaum petani yang mereka lepaskan dengan jumlah barang-barang lain yang mereka terima sebagai pengganti bahan makanan yang mereka lepaskan itu.
Kaum tani di sini merupakan bulatnya 75% dari jumlah semua penduduk, sedang yang 25% adalah bukan petani. Waktu dulu tingkatna hidup kaum yang bukan petani rata-rata lebih tinggi dari pada kaum petani. Sedangkan kaum petani merupakan 75% dari jumlah penduduk, hasil produksi yang mereka makan kurang dari pada 75%. Lebih dari pada 25%, malahan paling sedikit 30% dari jumlah produksi itu mereka jual untuk memenuhi kebutuhannya dan kewajibannya lain lain seperti: membayar pajak, membeli garam, minyak tanah, pakaian dan sebagainya. Hasil produksi bahan makanan yang 30% itu dipergunakan oleh kaum yang bukan petani. Demikianlah dalam garisnya besar keadaanna waktu dulu.
Bagaimanakah keadaannya sekarang? Keadaan banyak berobah, juga karena terputus-putusnya Tanah Air kita, yang berpengaruh atas esgala macam produksi. Saya akan menyebut beberapa contoh saja. Produksi garam merosot, hingga apabila tidak ada kesulitan-kesulitan dan andaikata garam yang tersedia dapat dibagi rata, kaum petani paling banyak hanya menerima 60% dari pada ukuran dulu. Keadaan minyak tanah lebih mengecewakan lagi. Jumlah produksi amat merosot hingga andaikata semuanya dapat dibagi rata, kaum petani sekarang hanya menerima 30% dari pada ukuran dulu. Tentang pakaian keadannya masih menyedihkan lagi. Jumlah yang tersedia, dari produksi di sini sendiri dan yang sedikit-sedikit dapat masuk dari luar, begitu kecil hingga sudah bagus apabila kaum tani dapat menerima 20% dari pada ukuran dulu. Apa yang mungkin diterima oleh kaum tani, sebagai pengganti bagian produksi bahan makanan yang mereka lepaskan itu, adalah begitu sedikit, hingga dengan sendirinya jumlah bahan makanan yang mereka suka melepaskan juga dikurangi dan dipergunakan untuk konsumsi sendiri. Kebenaran analyse ini mendapat pengakuan dalam pelaporan-pelaporan tentang kesehatan rakyat dan juga dalam pidato wakil petani sdr. Abu Umar, yang menyatakan, bahwa sekarang “saudara-saudara kita didesa lebih gendut dari pada zaman Jepang atau Belanda.”
Saudara Ketua, itulah satu pokok sebab yang menyukarkan usaha pengumpulan bahan makanan yang penting, sedangkan dari pengumpulan ini tergantung pembagian. Kurangnya pengumpulan menyebabkan kesukaran distirbusi. Dan kesukaran ini masih ditambah besar lagi karena kesulitan-kesulitan lain, kesulitan pada lapang disebabkan oleh anasir-anasir yang hanya mengenal kepentingan diri sendiri, kesulitan karena kekurangan modal dan sebainya.
Pemerintah terus berusaha untuk mencapai perbaikan dalam hla itu, antara lain dengan mempergunakan bantuan badan-badan yang bersangkutan seperti koperasi sebagaimana dianjurkan oleh sdr. Sunyoto. Anjuran ini benar-benar diperhatikan oleh Pemerintah yang beramaksud memperluas kerja sama antara jawatan yang bersangkutan dengan badan-badan atau koperasi-koperasi itu. Tetapi dengan mempergunakan bantuan badan yang berkepnetingan itu tidak dengan sekaligus atau seketika tercapai perbaikan. Kepada P.P.B.M. diberikan lisensi pembelian gula sebanyak 12 ton untuk dibagikan kepada kaum buruh yang diliputi oleh cabang S.K.B. tersebut.
Tetapi apa yang kejadian? Katanya, berhubung dengan eksulitan pengangkutan, lisensi yang mengenai 6 ton gula dijual. Jadinya gula yang 6 ton tidak dibagikan kepada anggota-anggota buruh yang berhak.
Contoh lain: lisensi sebesar 100 ton gula diberikan oleh P.P.B.M Pusat untuk sesuatu cabang S.K.B, diambil dari perusahaan gula Padokan. Kemudian terbukti bahwa gula 100 ton ini diambil dan disimpan oleh seorang Tiong Hoa, jadinya tidak dibagikan kepada kaum buruh yang berhak.
Contoh-contoh ini menunjukkan, bahwa juga dengan memeprgunakan pihak yang bersangkutan seperti koperasi-koperasi, masih mudah terjadi hal-hal yang tidak diharapkan pada lapangan distribusi. Tetap kami masih mempunyai harapan bahwa, berkat latihan dan kontrol, perbaikan akan tercapai.
Suatu usaha lain untuk mencapai perbaikan ialah Undang-Undang NO. 29 tentang penimbunan barang-barang penting dan peraturan Pemerintah No. 20 tahun ini yang mengenai hal menjalankan Undang-Undang tersebut. Hal ini terutama ditujukan terhadap mereka yang mengutamakan kepentingan diri sendiri. Dengan bantuan masyarakat umumnya Pemerintah percaya, bahwa Undang-Undang ini tenttu akan dapat dijalankan, hingga distribusi akan dapat berjalan lebih lancar.
Perbaikan yang sempurna hanya akan tertajapi apabila imbangan yang disebut tadi menjadi sehat dengan betambahnya produksi pada lapangan pertanian dan lapangan kerajinan dan perindustrian, hingga barang-barang yang teredia bagi kaum tani untuk pengganti bahan makanan yang mereka lepaskan, bertambah banyak. Pemerintah berhadap supaya pimpinan organisasi-organisasi tani dan organisasi buruh mempertahatikan benar-benar soal ini dan suka mejakinkan pengikut-pengikutnya tentang kepentingan bertambahnya produksi itu.
Terhadap pertanyaan sdr. Asrarudin, sya dapat menyaawab, bahwa jawatan P.P.B.M. tetap menjadi alat disturibusi Pemeirntah. Ini tidak berarti bahwa tiap-tiap pembagian suatu bahan pada sesuatu waktu hanya boleh diselenggarakan oleh P.P.B.M. Apabila berhubung dengan keadaan pada suatu ketika pembagian yang bersifat partieel lebih rationeel dijalankan oleh sesuatu jawatan lain, maka tidak ada keberatan untuk dilaksanakan yang demikian itu.
Saudara Ketua!
Berhubung dengan soal distribuis ini perlu saya kemukakan suatu hal yang disinggung juga oleh beberap aanggota yaitu tentang pengiriman 300 ton beras ke Palestina. Jumlah itu begitu sedikit, sehingga tidak sepantasnya tentang hal itu diadakan agitasi begitu besar. Malahan B.T.I. sendiri menawarkan beras itu kepada Pemerintah.
Sauadara Ketua, pemberian beras itu kita dasarkan pada suatu sarat, yaitu kita diberi keleluasaan untuk mengangkut beras melalui laut daerah kita yang berkelebihan ke daerah yang berkekurangan. Menurut rencana kita, daerah Aceh harus membantu daerah Labuan Bilik; daerah Lampong membantu Riagu, Jambi dan Bawean. Menurut pendapat kami, apabila lalulintas dilaut itu tercapai, maka pemberian beras ke Palestina itu memperbaiki pula distribusi makanan rakyat kita.
Saudara Ketua, sekarang tentang perburuhan! Soal perburuhan tidak berdiri sendiri dan tidak dapat dilepaskan dari soal keuangan Negara. Kritik2, bahwa Pemerintah tidak menghargai kedudukan kaum buruh, tidak dapat diterima. Dalam keterangan Pemerintah pada tanggal 2 September yang lalu, telah dikemukakan, bahwa jita-cita kita ialah, supaya kaum buruh kita mendapat penghidupan yang makmur dan bercahaya. Untuk itu Kementerian Perburuhan dan Sosial menumpahkan minatnya sepenuh-penuhnya kepada penyelenggaraan berangsur-angsur dari pada cita-2 ini. Para penanya mengerti sendiri, bahwa cita2 itu berhubung dengan kesukaran-kesukaran pada dewwasa ini, tidak bisa dicapai dengan sekaligus. Walaupun demikian, dalam waktu 6 bulan, Pemerintah dapat melaksanakan pengesahan:
1. Undang-Undang Kerja tahun 1948 dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1948.
2. Undang-Undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948.
Sedang dalampembicaraan dengan Seksi Kemasyarakatan B.P.K.N.P. ialah:
1. Undang-Undang Pengakuan Serikat Buruh.
2. Undang-Undang Perjanyian Perburuhan.
3. Dasar-Dasar rencana penyelesaian perselisihan perburuhan.
Dapat pula disebut di sini rencana peraturan tentang Dewan Arbitrage Perusahaan Bital untuk mengimbangi peraturan D.P.N. No. 13, dengan maksud memperlindungi Buruh yang diwajibkan bekerja menurut peraturan itu.
Mengenai kritik, bahwa Pemerintah tidak memikirkan adanya “sosiale verzekeringen” bagi buruh, dengan ini dapat dinyatakan, bahwa tindakan pertama dari Kementeiran Perburuhan dan Sosial, ialah membentuk suatu panitia “Jaminan Sosial,” yang diketuai oleh sdr. Rujito, beranggota 10 orang, di antaranya 2 orang anggota B.P.K.N.P., untuk merencanakan Undang-Undang Sakit, Pensirun dan invaliditeit bagi Buruh Partikelir, sedangkan untuk Pegawai Negeri peraturan-peraturan mengenai soal-soal ini telah selesai dengan peraturan P.G.P. 1948. Disamping panitia ini, telah dibentuk dan telah bekerja giat:
1. Panitia Pembantu Urusan Buruh Wanita.
2. Panitia Penyelidik Penyelenggaraan Perusahaan-perusahaan Negara.
Pula dapat diberitahukan di sini, bahwa sokongan uang kepada Buruh untuk mengadakan kongres-kongres, konperensi-konperensi, pengeluaran majallah, peringanan pembelian pakaian, yang diberikan oleh Pemerintah, tidak sedikit jumlahnya.
Dalam keterangan ini ternyatalah dengan terang, bahwa dalam waktu 6 bulan banyak yang telah tercapai pada lapang perlindungan dan sokongan kepada Buruh, baik materiel maupun morel dalam batas kemungkinan keuangan Negara.
Saudara Ketua, dua orang anggota menyinggung soal perhubungan. Sdr. Asrarudin bertanya: Apakah penukaran 2 berglocomotief dengan alat2 pengankutan lain ini rationeel dan realistis, sedangkan untuk memperbaiki distribusi beras, gula, minyak dan garam selalu diajukan kesukaran-kesukaran pengangkutan?
Tadinya ada niat untuk menukarkan berglocomotieven, yang sudah lama tidak dipergunakan oleh karena tidak ada onderdelennya, jadi dengan tidak mengurangkan kapasitet pengankutan kita, dengan trucks, dan dengan itu menambah alat-alat pengankutan kita. Berhubung dengan suasa perundingan sangat berobah, soal penukaran itu tidak dilangsungkan.
Anggota Abu Umar menyebut hal kemunduran transport dan tentang perlunya ada stock-kaju-bakar.
Segala import alat transport atau onderdeel-onderdeel-nya maupun trucks, bus dan kereta-api sama sekali terhenti sejak pecah peperangan dunia ke-II pada tahun 1942, jadi telah 6 tahun. Belakangan ini import kecil-kecilan pula tak mungkin oleh karena blokade Belanda. Barang ini termasuk barang militer-controbande No. 1. Alhasil kendaraan bermotor makin kurang. Locomotief dan wagon sedikit demi sedikit ke luar dari circulasi oleh karena kekurangan onderdelen dan bahan-bahan untuk memperbaiki.
Soal kaju-bakar adalah soal complex dan harus diselenggarakan tidak saja oleh D.K.A. atau Kementerian Perhubungan, akan tetapi juga bersama oleh Kementerian Kemakmuran (Jawatan Kehutanan, P.P.P. dan Jawatan Minyak), Kementerian Keuangan (mengenai uang kecil) dan Kementerian Persediaan Makanan Rakyat, karena mengenai kerjantara yang harus mendapat jaminan. Untuk memecahkan soal ini telah diadakan usaha-usaha seperlunya akan tetapi berhubung dengan keadaan ekonomi yang menekan seluruh masyarakat, maka usaha tadi belum dapat hasilyang memuaskan, bahkan keadaan kaju-bakar masih mengkhawatirkan.
Saudara Ketua!
Sekarang tentang beberapa hal yang mengenai daerah pendidikan, pengajaran dan kebudajaan. Rencana Undang2 pokok yang begitu dikehendaki oleh sdr Mangunsarkoro telah disampaikan kepada Badan Pekerja. Mudah-mudahan Badan Pekerja dapat lekas menyelesaikan rentajan Undang2 pendidikan itu, yang bermaksud meletakkan pokok-pokok dan dasar pendidikan, pengajaran dan kebudajaan bangsa kita buat masa yang datang.
Pun keinginan Badan Pekerja akan adanya jawatan sendiri untuk memelihara pendidikan orang dewasa sekarang telah terlaksana dengan pembentukan jawatan tsb. yang makin hari makin banyak dan penting pekerjaannya.
Usaha untuk memperbaiki nasib guru sudah dijalankan oleh Pemerintah. Pertama, perbaikan gaji para guru dalam sistem gaji pegawai negeri yang telah diumumkan oleh pemerintah pada tanggal 17 Agustus jl. Perbaikan gaji ini tidak saja bermaksud memperbaiki nasib materiel, tetapi sekaligus juga menempatkan kaum guru pada derajat yang lebi sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat kita.
Lain dari pada itu nasib para guru dilapangan ekonomi umumnya diperhatikan oleh Pemerintah dengan membantu P.G.R.I. secada materiel dalam usahanya mendirikan koperasi-koperasi di antara anggota-anggotanya.
Sdr. Krissubanu menganjurkan satu obat untuk mengatasi kekurangan guru dengan memperbaiki nasib kaum guru, khususnya kaum guru sekolah rakyat. Tadi sudah diterangkan usaha Pemerintah dalam hal ini. Dalam pada itu penyelesaian soal kekurangan guru tidaklah semudah yang digambarkan oleh sdr. Krissubanu. Pendidikan guru adalah usaha yang menghendaki waktu yang panjang, dan meskipun perbaikan nasib guru telah menjadi politik Pemerintah, toh tidak dapat perbaikan nasib itu saja, akan memperlipatgandakan jumlah guru.
Kekurangan guru yang dikemukakan juga oleh sdr. Lacuba, sebabnya ada bermacam-macam. Diantaranya yang terpenting ialah bertambahnya sekolah-sekolah, banyaknya guru-guru yang meninggalkan kalangannya, karena sakit, meninggal atau pindah kelain lapangan pekerjaan, yang sejak permulaan kemerdekaan kita telah kita rasakan sedalam-dalamnya.
Untuk memenuhi kekurangan guru disekolah-sekolah rakyat, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudajaan berusaha menambah banyaknya pendidikan dan latihan guru. Kesulitan dalam hal ini ialah mendapatkan guru untuk mendidik guru-guru itu. Tendenz “gandrung pada ijazah dan ukuran internasional” sebagaimana yang diperingatkan oleh sdr. Sujono Hadinoto telah mendapat perhatian dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudajaan. Kementerian ini sedapat-dapatnya akan mengusahakan perubahan2 yang dimaksudkan oleh sdr. Sujono Hadinoto itu.
Sdr. Kasman Singodimejo mengemukakan soal agama dalam pendidikan sekolah. Oleh karena soal pelajaaran agama di dalam sekolah itu telah dimasukkan juga dalam rencana undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran yang akan dibicarakan Badan Pekerja dihari-hari yang akan datang, maka dalam hal ini baiklah Pemerintah tidak mendahului membuka peredebatan tentang soal ini sebelum rencana undang-undang pokok tersebut dibicarakan oleh Badan Pekerja.
Saudara Ketua!
Sekarang tentang Kesehatan rakyat! Sdr. Rasuna Said mengemukakan perihal para dokter kita di Jakarta yang tidak suak bekerja dengan pihak Belanda. Soal ini telah dirancangkan oleh Kementerian Kesehatan. Para dokter tsb. dan pegawai Kesehatan lainnya, akan diberi lapangan pekerjaan yang rasionil pada Perguruan Tinggi Kedotkeran Solo Klaten, Jawatan Kesehatan Banten, Jawatan Kesehatan Sumatera, dan lain-lain tempat. Sdr. Tan Ling Jie mencela Pemerintah karena:
1. Pembagian tenaga dalam lapangan Kesehatan tidak rasionil;
2. Kurang memperhatikan Kesehatan Rakyat, terbukti dari beryangkitnya penyakit-penyakit menular di sana-sini;
3. Kekurangan vitaminen para prajurit.
Pembagian tenaga dalam lapangan Kesehatan umumnya dan para dokter Negeri khususnya yang rasionil, senantiasa diperhatikan sepenuhnya oleh Kementerian Kesehatan, dan dimana mungkin tentu dilaksanakan. Mutasi dalam organisasi dan personalia seperlunya telah dikerjakan. Semua tenaga Kesehatan yang ke luar dari daerah pendudukan telah diberi tugas. Para dokter yang bekerja dilapangan luar keahilannya, yang sudah mungkin, dipekerjakan lagi dilapangan keahilannya. Bahwa usaha ini hingga sekarang belum dapat dilaksanakan dengan sempurna, Kementerian Kesehatan sendiri telah sadar dan mengetahui. Kesukaran-kesukaran dalam pelaksanaan praktis misalnya kekurangan perumahan, transport, d.l.l. belum dapat di atasi.
Bahwa di sana-sini terdapat penyakit menular, tidak perlu mengherankan. Pun dalam keadaan biasa di sana-sini terdapat penyakit menular. Selama penyakit menluar ini masih bersifat insidenteel tidak perlu menimbulkan kekhawatiran. Akan tetap ini tidak berarti bahwa Kementerian Kesehatan tidak memperhatikannya.
Tentang adanya wabah (epidemic) telah diuraikan panjang lebar dan secukupnya dalam jawaban Kementeerian Kesehatan atas pertanyaan yang diajukan oleh Sidang .P.K.N.P pada 1 Juli 1948.
Tejalaan sdr. Tan Ling Jie yang menyatakan, bahwa Kementerian Kesehatan kurang memperhatikan Kesehatan Rakyat tidak dapat kami terima dan kami tolak. Malahan Kesehatan Rakyatlah yang senantiasa menjadi pusat perhatiannya dalam segala rencana serta usahanya. Dengan segala tenaga, alat-alat, bahan-bahan, dan bekal yang ada pada kita, Kementerian Kesehatan senantiasa berusaha melaksanakan program pekerjaannya dengan memusatkan perhatiannya terhadap masalah Kesehatan rakyat.
Soal kekurangan vitaminen para prajurit mendapat perhatian dari Pemerintah.
Saudara Ketua!
Sdr. Werdojo menyesali, bahwa sesudahnya penyelesaian pemogokan Delanggu, Pemeerintah masih mengeluarkan Keterangan.
Tadinya, memang Pemerintah mengharap—sebagaimana yang dikemukakannya dalam rapat penyelesaian antara wakil-wakil jawatan, buruh dan tani—bahwa dengan itu tidak akan ada lagi hal-hal yang mengeruhkan suasana. Akan tetapi kenyataan sebaliknya. Ada bukti-bukti bahwa anjuran-anjuran untuk mogok itu mengjalar kepada daerah-daerah lain, juga dalam perusahaan-perusahaan yang bersifat vital. Menghadapi keadaan yang semacam itu, Pemerintah perlu memperingatkan konsekwensi dari tindakan-tindakan yang semacam itu dalam keadaan Negara kita masih dalam bahaya, sambil mengulangi anjurannya, supaya segal sesuatu hendaklah diselesaikan dengan jalan musyawarat sebagai jalan yang sebaik-baiknya.
Saudara Ketua!
Sebelum menyudahi uraian saya—soal-soal yang mengenai politik luar negeri akan dibentangkan sendiri oleh Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim—saya akan mengatakan sepatah kata tentang suatu ucapan dari pada sdr. Tejasukmana. Saudara ini memperingatkan supaya dalam gerakan pembersihan oleh Pemerintah jangan hendaknya salah timpa, dengan menyama-ratakan orang-orang pengatajau dengan kaum revolusioner, dengan gerakan kiri. Jangan hendakja, karena kurang awas atau krena sabotage kaum reaksioner, terjadi aksi kekerasan terhadap kaum kiri atau ideology kiri.
Saudara Ketua!
Pemerintah dapat menegaskan di sini, bahwa sdr. Tejasukmana tak perlu khawatir. Pemerintah membela dasar-dasar demokrasi, dank arena itu menghormati segala macam ideologi. Dalam negeri demokrasi, sebagaimana juga Republik Indonesia, tiap-tiap aliran politik apapun juga, harus bisa berjalan dengan tiada ancaman.
Ideologi, betatapun juga coraknya, tidak akan ditindis oleh Pemerintah. Tetapi segala tindakan anarkhi membahayakan negara dan mengganggu keselamatan umum akan dibasmi. Pemerintah tahu, bahwa kektajauan ini sangat memuncak pada waktu yang paling akhir ini. Pemerintah lagi menyiapkan segala alatnya untuk mengembalikan keamanan di dalam negeri!
Kepada rakyat kami serukan: bantulah Pemerintah, dengan tenaga, dengan usaha dan dengan kepercayaan.
Dengan ini, saudara Ketua, saya sudahi pidato saya ini.
=====================
KETERANGAN PEMERINTAH KEPADA BADAN PEKERDJA K.N.P. PADA TGL. 20 SEPT. 1948
Saudara Ketua!
Seperti diketahui P.K.I.-Muso telah mengadakan coup, perampasan kekuasaan di Madiun, dan mendirikan di sana suatu pemerintahan baru sebagai permulaan untuk merobohkan Pemerintah Republik Indonesia.
Sudah tersiar ucapan dari Soemarsono, yang bunyinya “dari Madiun mulai kemenangan”. Dan nyatalah bahwa pemberontakan ini bermaksud merobohkan Pemerintah dan menguasai seluruh Republik.
Tersiar pula berita—entah benar entah tidak—bahwa Muso akan menjadi Presiden Republik rampasan itu dan Mr. Amir Syarifuddin perdana menterinya.
Saudara Ketua!
Sebenarnya telah terbayang maksud FDR untuk mengadakan perampasan kekuasaan, kalau tak lekas-lekas diadakan Kabinet Parlmenter dibawah pimpinan FDR Program rahasianya, yang mengandung pasal-pasal tentang aksi legal dan illegal, merencanakan empat tingkat dalam melakukan aksi:
1. Rapat-rapat besar dan terteutup dengan mengadakan berbagai demonstrasi;
2. Mengadakan pemogokan-pemogokan;
3. Mengadakan kekacauan dengan menganjurkan perampokan dan melakukan penculikan;
4. Perampasan kekuasaan.
Ke-empat fase itu dijalankan oleh FDR dengan cara teratur sekali. Perampasan kekuasaan di Madiun pun dilakukan dengan mempergunakan barisan garong yang habis merampas harta benda pegawasai2 Pemerintah di sana.
Saudara Ketua!
Pemerintah telah berkali-kali berkata, bahwa Pemerintah membela demokrasi dan menghormati segala ideologi.
Dalam negeri yang berdemokrasi, tiap-tiap golongan bisa merebut kekuasaan pemerintahan negara, tetapi tidak dengan jalan perkosa melainkan dengan jalan pemilihan Umum, dimana rakyat menjadi hakim untuk menentukan partai mana atau golongan mana yang akan menjadi partai pemerintah, berdasarkan atas kepercayaan rakyat kepadanya.
Undang-undang tentang pemlihan umum telah ada, dan Pemerintah telah menyanyikan akan mengadakan pemilihan umum selekas-lekasnya. Tetapi FDR tak sabhar, ia mau berkuasa sekarang juga.
Tetapi kekuasaan yang direbut dengan pemberontakan itu, apakah bisa menjadi suatu pemerintah parlementer, yang katanya begitu diinginkan oleh F.D.R?
Jauh dari pada itu! F.D.R atau sekarang namanya P.K.I., tak mempunyai jumlah terbanyak dalam Badan Pekerja K.N.P., dan tak dapat berkuasa sendiri sebagai Pemerintah Parlementer. Dan kalau sekiranya ia mempunyai jumlah anggota terbanyak di dalam B.P., tak perlu ia mengadakan coup untuk merebut kekuasaan.
Tetapi oleh karena P.K.I. bukan jumlah terbanyak dalam B.P. ini, ia ingin berkuasa dengan merebut kekuasaan dengan paksaan, dengan perkosa. Ia ingin mengadakan diktatur, meletakkan kemauannya kepada golongan yang terbanyak.
Kalau diktatur yang mesti diadakan, bukan mestinya diktatur suatu golongan, yang mendasarkan segala-galanya atas kepentingan golonganyja sendiri, melainkan lebih baik diktatur presiden, yang berdiri di atas segala golongan.
Tetapi kita tidak menghendaki diktatur, kita menghendaki demokrasi!
Saudara Ketua!
Cukup diketahui oleh umum, bahwa saya ingin sekali mencapai suatu Kabinet parlementer dan berusaha kuat mencapainya. Kabinet sekaragn ini saya maksud bermula untuk satu jua bulan saja, sekedar untuk menenteramkan suasana dan pertentangan politik yang begitu hebat. Dari semulanya FDR saya ajak ikut serta, supaya tercapai team-work, kerjasama, yang baik dalam kabinet, yang bakal menjadi dasar yang kokoh untuk Kabinet parlementer yang akan menyusul. Tetapi FDR menolak tawaran saya, dengan mengatakan FDR hanya mau ikut serta kalau separoh dari pada jumlah kursi dalam kabinet diberikan kepadanya, dan yang diminta itupun yang terpenting semuanya.
Sekali lagi saya coba menarik FDR ke dalam Kabinet, sesudahnya terbentuk program nasional. Tetapi FDR menolak dengan alasan: tidak setuju ikut serta dalam Kabinet Presiden, dan hanya mau mengambil bagian dalam suatu Kabinet parlementer. (Surat Tan Ling Jie, 25-8-’48).
Tetapi sukarnya, aksi FDR yang begitu hebat dan bermusuhan terhadap golongan lain, istimewa Masyumi menyingkirkan segala kemungkinan untuk membentuk Kabinet parlementer. Itulah gunanya Kabinet Presiden, untuk melicinkan jalan ke Kabinet parlementer dengan mengadakan team-work yang baik lebih dahulu antara partai-partai, sehingga permusuhan bertukar jadi persahabatan.
Seperti diketahui usaha kami gagal karena sikap menolak dari pihak FDR
Saudara Ketua, sekarang P.K.I. Muso telah mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun dan bermaskud akan merobohkan Pemerintah. Kita sekarang menghadapi suatu bahaya yang besar, yang mentancam keselamatan negara kita. Hanya pihak Belanda yang akan memperoleh keuntungan besar dai pada aksi-Muso ini. Sebab, apabila P.K.I.-Muso ini berhasil merebut kekuasaan dengan merobohkan Pemerintah Republik Indonesia, maka Belanda barangkali dengan bantuan Amerika Serikat akan menyerbu Republik kita dan menguasainya.
Muso sudah satu kali menyebabkan bankrutnya pergerakan rakyat, yaitu tatkala ia menggerakkan pemberontakan tahun 1926, dengan persiapan dan persediaan dan syarat yang tak cukup sehingga gagal sama sekali, dan mengakibatkan beratus-ratus pemuka rakyat dibuang ke Boven Digul.
Janganlah sampai kedua kalinya menjadi sebab bankrutnya cita-cita Indonesia merdeka. Kita harus membrantasnya.
Saudara Ketua, untuk menyaga keselamtan Negara, Pemerintah perlu bertindak cepat, perlu mempunyai dasar untuk melakkan tindakanyang semestinya. Undang-undang keadaan bahaya tidak mentukupi dalam hal ini, sebab itu dengan ini kami majukan kepada Badan Pekerja suatu rencana Undang2 tentang “pemberian kekuasaan penuh kepada Presiden dalam keadaan bahaya”, yang kami minta bukan untuk selama-lamanya, melainkan untuk tiga bulan saja.
Beginilah bunyinya:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERIAN
KEKUASAAN PENUH KEPADA PRESIDEN
DALAM KEADAAN BAHAJA.
————————-
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk menjamin keselamatan Negara dalam menghadapi keadaan bahaya yang memuncak pada dewasa ini, perlu diberikan kekuasaan penuh (plein pouvoir) kepada Presiden;
Mengingat: pasal 12 Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Keadaan Bahaja tertanggal 6 Juni 1946, No. 6;
Mengingat pula: pasal 5 ajat 1 Undang-Undang Dasar, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar, serta Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X;
Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat,
Memutuskan:
Menetapkan peraturan sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERIAN
KEKUASAAN PENUH KEPADA PRESIDEN
DALAM KEADAAN BAHAJA
Satu-satunya Pasal.
Selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 15 September 1948 kepada Presiden diberikan kekuasaan penuh (plein pouvoir) untuk menjalankan tindakan-tindakan dan mengadakan peraturan-peraturan, dengan mnyimpang dari Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang ada, guna menjamin keselamatan Negara dalam menghadapi keadaan bahaya yang memuncak.
Ditetapkan di Jogjakarta
pada tanggal 20 September 1948.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEKARNO
MENTERI DALAM NEGERI a.i.
SOEKIMAN
MENTERI PERTAHANAN a.i.
MOH. HATTA.
MENTERI KEHAKIMAN
SOSANTO TIRTOPRODJO
Diumumkan pada tanggal 20 September 1948.
SEKRETARIS NEGARA.
A.G. PRINGGODIGDO.
Kami harap Badan Pekerja sudi menerimanya dengan selekas-lekasnya, agar supaya Pemerintah mendapat pegangan untuk mengatasi segala kemungkinan.[]